
Ketahuilah, Islam akan selalu berdiri kokoh bersama orang-orang yang kuat dalam menanggung berbagai macam penderitaan. Bukan bersama orang-orang yang murahan yang terbiasa mewah dan foya-foya. Islam juga akan tegak bersama orang-orang yang agung, yakni dia yang mampu memikul amanah, karena amanah tidak mampu dipikul oleh langit dan bumi.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
اِنَّا عَرَضْنَا الْاَ مَا نَةَ عَلَى السَّمٰوٰتِ وَا لْاَ رْضِ وَا لْجِبَا لِ فَاَ بَيْنَ اَنْ يَّحْمِلْنَهَا وَاَ شْفَقْنَ مِنْهَا وَ حَمَلَهَا الْاِ نْسَا نُ ۗ اِنَّهٗ كَا نَ ظَلُوْمًا جَهُوْلًا
“Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung; tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir tidak akan melaksanakannya (berat), lalu dipikullah amanat itu oleh manusia. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat bodoh,”
(QS. Al-Ahzab 33: Ayat 72)
Manusia dengan bodohnya menerima amanah yang langit, bumi, dan gunung saja tidak mau dan tidam mampu untuk menerima amanah itu. Oleh karena itu, sebagai manusia yang sudsh terlahir di dunia terikat dengan amanah ini. Salah satu amanah yang harus ditunaikan adalah dengan menerapkan syariah dalam kehidupan. Baik itu yang berhubungan dengan Allah SWT, hubungan dengan sesama, ataupun hubungan dengan dirinya. Selanjutnya, amanah yang dipikul oleh manusia adalah berdakwah.
Bagi pengembangan dakwah yang sudah mengazamkan diri untuk berjalan dan berjuang di jalan dakwah, maka harus siap menerima berbagai amanah yang diberikan. Jangan sampai meremehkan amanah yang ada, hingga akhirnya pilih-pilih amanah. Oleh karena itu, inti kesuksesan dakwah adalah menjalankan amanah-amanah yang diberikan. Islam tegak bersama orang-orang yang seperti itu.
Berbagai kekurangan yang ada pada diri, janganlah sampai menghalangi jalan untuk menunaikan amanah. Jika merasa kurang mampu, maka pantaskan diri. Jika merasa kurang pandai, maka cari ilmu. Jika merasa punya banyak kekurangan, maka maksimalkan kelebihan yang ada. Amanah haruslah ditunaikan dan dituntaskan hingga selesai.
Sebagaimana Anas bin an-Nadhr RA yang memaksimalkan dirinya berjihad di perang uhud. Berikut riwayatnya,
Suatu hari Anas bin an-Nadhr mengatakan, “jika Allah mengizinkanku memerangi orang-orang musyrik, Allah akan melihat apa yang aku kerjakan.” Beliaupun mengikuti perang uhud, ia bertempur habis-habisan dan terbunuh serta tubuhnya terdaoat 80 lebih tusukan. Bahkan tubuhnya robek hanya dikenali saudara perempuannya dengan melihat jari (Diriwayatkan Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, dan Ahmad)
Dari riwayat tersebut, terlihat bahwa Anas bin an-Nadhr memaksimalkan kesempatannya untuk memenuhi amanah yang datang kepadanya. Karena amanah itu belum tentu datang kembali. Anas bin an-Nadhr sangat memaksimalkan apa yang ada pada dirinya hingga mendapatkan luka-luka parah dan meninggal hingga sulit untuk dikenali.
Sebagaimana Abu Bakar Ash-Shiddiq RA,
Ketika beliau menjadi khalifah, banyak dari muslim yang meninggalkan amanahnya dengan melaksanakan maksiat, tidak menegakkan syariat, dan enggan membayar zakat. Ketika mendengar hal itu, beliau menangis dan berkata, “demi Allah, aku pasti memerangi orang-orang yang memisahkan shalat dengan zakat, karena zakat itu hak harta. Demi Allah andai mereka menolak membayar zakat unta dan kambing yang dulu merek bayarkan kepada Rasulullah Saw, aku pasti memerangi mereka ksrena penolakan tersebut. (Diriwayatkan al-Bukhari dan Ahmad)
Kemudian ketika Rasulullah Saw mengirim pasukan ke Romawi, dan Beliau pun meninggal dalam keadaan pasukan itu masih belum dipulangkan. Abu Bakar ketika menjadi Khalifah pengganti Rasul tidak menarik kembali pasukan tersebut, dia menuntaskan amanah hingga selesai.
“Demi Allah yang tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Dia, andai kambinh menyeret kaki istri-istri Rasulullah Saw, aku tidak akan membatalkan pengiriman pasukan yang ditetapkan Rasulullah Saw dan tidak akan melepas panji perang yang beliau pasang.” (Diriwayatkan oleh al-Baihaqi)
Sebagaimana Mushab bin Umair,
Beliau merupakan sahabat Nabi yang meninggalkan masa mudanya. Mushab merupakan pemuda yang rupawan, penampilannya sangat menarik mata para akhwat, parfum yang digunakan ketika beliau sudah berjalan jauh pun masih tercium, Mushab juga termasuk pemuda yang kaya. Tapi tekadnya yang kuat mendorong dirinya untuk mengabaikan masa remaja dan kehiduoan yang serba enak.
Selepas masuk Islam, ibunya selalu menggoda Mushab untuk meninggalkan Islam dengan kembali ke kehidupan mewah, tapi beliau menolak. Beliau menjalani kehidupan yang keras, miskin, dan penuh derita berbeda dengan sebelumnya ketika belum masuk Islam. Dengan tekad kuatnya ini menyebabkan Islamnya sebagian besar penduduk Madinah. Dia diutus ke Madinah untuk mempersiapkan penduduk Madinah menerima Islam.
Setelah itu, Mushab bin Umair juga diamanahi memegang panji perang. Ketika beliau memegang dengan tangan kanan, lalu tangan itu terpotong. Panji itu otomatis terjatuh, tapi tidak berhenti disitu, panji tersebut beliau kembali memegang nya dengan tangan kiri. Kemudian kembali terpotong, beliau tidak menyerah, kembali memegang panji itu dengan kedua tangan yang sudah terpotong. Pada saat kondisi tersebut, dia diserang oleh Ibnu Qumi’ah dengan pedang sehingga syahid.
Mushab bin Umair ketika meninggal hanya mempunyai satu baju untuk kafannya, kepala, dan kaki tidak bisa ditutip secara bersamaan. Rasulullah menyuruh mereka menutup kepalanya lalu kainya dengan pohon Idzkhir (Ibn Saad, Thabaqat III/82)
Sebagaimana Shalahuddin Al Ayyubi,
Tekadnya mampu menghancurkan pasukan salib di Hittin dan mengembalikan umat Islam pada akidah yang benar ketika sebelumnya tersedat dengan bid’ah syi’ah dan aliran kebatinan. Tidak hidup mewah dan glamour ala raja Eropa. Lebih senang hidup di kemah yang sering diombang-ambingkan oleh angin dan menghabiskan usia di tengah panasnya padang pasir dan udara dingin bersama para mujahidin.
Sejarawan Ibnu Syaddad berkata, “kecintaan dan kerinduan pada jihad telah benar-benar menguasai relung hati Shalahuddin al-Ayyubi. Hasilnya pembicaraannya selalu tertuju pada jihad, penglihatannya terfokus pada senjatanya, perhatiannya tercurah kepada para mujahid, simpatinua terarah kepada orang-orang yang mengingatkan jihad di jalan Allah. Ia rela meninggalkan keluarga, anak, tanah air, tempat tinggal, bahkan negerinya. Ia betah hidup di dalam kemah, yang diombang-ambingkan angin ke kanan-kiri.” (Qadhi Baha’uddin/Ibnu Syaddad, an-Nawadir as-Shuthaniyah wa al-Mahasin al-Yusufiyyah, hal. 16)
Sebagaimana Umar bin Abdul Aziz,
Dengan tekad kuatnya, beliau bisa memperbaiki umat dalam dua setengah tahun. Hingga dikatakan, “pada masanya serigala hidup rukun dengan kambing”, artinya hewan pun terpenuhi makannya tanpa merasa kelaparan. Kemudian, suatu hari salah seorang pejabatnya mengirim surat kepadanya, berikut isi surat tersebut, “reformasi keuangan uang dijalankan khalifah dan penghapusan kewajiban jizyah dari orang-orang Barbar yang masuk Islam akan mengurangi pemasukan Kharaj.”
Umar bin Abdul Aziz menjawab, “Demi Allah saya sangat ingin manusia semuanya masuk Islam hingga saya dan anda menjadi petani dan kita makan dengan keringat kita sendiri.” (Ibn al-Jauzi, Sirah umar bin abdul aziz, hal : 99)
Sebagaimana dua saudara yang bertekad kuat untuk berjihad di jalan Allah tanpa memperhatikan lukanya. Mereka selepas perang uhud dengan mendapatkan luka parah di badan mereka, kemudian intel kiriman Rasul memberikan isyarat bahwa akan ada yang menyerang, lalu Rasulullah menyerukan untuk berjihad. Kedua saudara ini langsung memenuhi seruan jihad tersebut. Mereka kepayahan untuk berjalan, tapi mereka tidak menyerah. Bergiliran kedua saudara itu menarik satu sama lain untuk bisa tiba di medan jihad.
Sebagaimana tujuan Nabi Muhammad diturunkan bukan sebagai oemungut pajak, “Allaj mengutus Muhammad sebagai pemberi petunjuk, bukan sebagai pemungut pajak.” (Abu Yusuf, al-Kharaj, hal : 142)
Selanjutnya, Nabi Muhammad Saw pun sering berdoa agar selalu dikuatkan tekadnya untuk berjuang di jalan-Nya. Berikut doanya, “Ya Allah, aku sungguh-sungguh memohon kepadamu ketegaran dalam urusan agama ini dan tekad kuat berada di atas petunjuk yang benar.”
Maka dari itu, perhatikanlah doa karena sesungguhnya doa adalah ujung tombak perjuangan umat muslim dalam menyebarkan Islam. Berdoa untuk diberikan keistiqomahan dalam bertekad kuat menerima setiap amanah yang diberikan. Menuntaskannya dan memaksimalkannya. Lalu, perhatikanlah sebab-sebab yang mendukung perwujudan kesuksesan perjuangan agar bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk kesuksesan perjuangan.
Ada perkataan seorang ulama tentang pengemban dakwah, “istirahat seorang pengemban dakwah adalah salah satu kelalaian.”
Wallahu’alamu bish showab
Bismillah