
Kecerdasan Politik dan Pertarungan Ideologi Dunia: Menyingkap Akar Persoalan Umat
Memahami Hubungan Internasional dalam Islam
Konsep hubungan kenegaraan dalam Islam dibangun di atas dua fondasi utama: Darul Islam dan Darul Kufur. Darul Islam adalah negara yang menerapkan seluruh aturan Islam dan keamanannya berada di tangan kaum Muslim. Sebaliknya, Darul Kufur adalah negara yang tidak menerapkan Islam secara keseluruhan atau sebagian, dan keamanannya tidak disandarkan pada kaum Muslim.
Masalah utama dunia saat ini adalah dominasi sistem Kapitalisme kufur yang diterapkan oleh negara adidaya Amerika Serikat. Aturan-aturan kufur ini, yang dilaksanakan oleh orang-orang kafir, telah menyebabkan berbagai penderitaan di seluruh dunia. Hal ini juga diperparah oleh dominasi negara adidaya yang mengeksploitasi manfaat dari penderitaan tersebut, serta imperialisme sebagai bagian dari Kapitalisme sekuler.
Solusi mendasar untuk kondisi ini adalah munculnya negara adidaya baru yang didasarkan pada aturan Islam secara totalitas (syariah) dan dilaksanakan oleh kaum Muslim dengan seorang pemimpin bernama Khalifah. Sistem bernegara yang dilaksanakan adalah Khilafah yang ditegakkan sebagai bagian dari ajaran Islam yang tidak dapat dipisahkan dari syariah.
Pentingnya Mengenali Ideologi
Memahami musuh adalah setengah dari kemenangan. Oleh karena itu, penting untuk mengenali ideologi-ideologi yang ada di dunia. Secara etimologi, ideologi berasal dari bahasa Prancis “Idéologie” yang berarti ilmu tentang ide. Dalam bahasa Arab, ideologi bisa disebut dengan istilah “Mabda'”, yaitu pemikiran mendasar yang dibangun di atas pemikiran-pemikiran cabang, atau keyakinan rasional (aqidah aqliyah) yang melahirkan aturan rasional (aturan aqliyah). Kebenaran suatu ideologi ditentukan oleh asasnya yang harus selaras dengan akal sehat, fitrah manusia, dan mampu menentramkan hati.
Ada tiga ideologi utama yang bersaing di dunia:
1. Islam: Memiliki akidah (keyakinan) berupa keimanan yang “harga mati” dan thariqah (metode/aturan) berupa syariah yang dilaksanakan oleh Khilafah.
2. Kapitalisme: Memiliki akidah berupa sekulerisme, yaitu pemisahan agama dari kehidupan publik, di mana agama hanya diberi ruang pada tingkat individu saja. Aturannya sesuai dengan akal manusia, bukan akal sehat, seperti terlihat dalam Undang-Undang Minerba atau BPJS yang dianggap kapitalistik-liberal.
3. Sosialisme/Komunisme: Memiliki akidah berupa materialisme, yang menafikan keberadaan Tuhan dan menganggap materi sebagai sumber segala kehidupan. Aturannya berasal dari konflik materi. Sejarah Uni Soviet menunjukkan bahwa aturan mereka sering bertentangan dengan akal sehat dan menganggap agama sebagai “candu” yang harus disingkirkan.
Pertarungan Ideologi dalam Konteks Kekinian
Pertarungan ideologi ini menjadi sangat relevan dalam isu-isu seperti Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) dan Undang-Undang Minerba. RUU HIP, yang digagas oleh kelompok “kiri” (sosialis-komunis), berupaya meminggirkan peran agama dan melegalkan komunisme. Perkembangan terbaru menunjukkan adanya upaya untuk memasukkan larangan komunisme bersamaan dengan larangan “khilafah-isme”. Ini adalah kesalahan besar karena menyamakan ajaran Islam (Khilafah) dengan paham komunis.
Umat Islam harus menyadari bahwa ini adalah jebakan politik. Mereka harus menolak baik kapitalisme-liberal maupun sosialisme-komunis, karena keduanya adalah sistem yang buruk dan tidak didasarkan pada kebenaran. Hanya Islam-lah satu-satunya alternatif yang benar.
Hakikat Pertarungan dan Peran Umat Islam
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman dalam aurah Al-Fath ayat 28 bahwa Dia mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan agama yang hak untuk dimenangkan atas seluruh din (aturan/sistem) yang ada di dunia. Kemenangan Islam adalah kepastian yang dijamin oleh Allah. Tinggal persoalannya apakah kaum Muslim akan bersama dengan kemenangan itu atau tidak.
Pertarungan ideologi pada hakikatnya adalah pertarungan antara yang hak dan yang batil, sejak zaman Nabi Adam hingga saat ini. Kecerdasan politik, yang mencakup pikiran, sikap, dan tindakan, harus dibangun di atas keimanan sebagai asas dan amal saleh sebagai manifestasi tindakan.
Kaum Muslim tidak boleh berharap sistem yang tidak didasarkan pada Islam dapat menjadi sarana perjuangan. Rasulullah SAW menolak tawaran untuk bergabung dalam sistem jahiliah pada masanya, menunjukkan bahwa perubahan harus datang dari luar sistem yang rusak, bukan dengan bergabung ke dalamnya. Umat Islam harus menjadi “pengubah permainan” (game-changer).
Untuk menyatukan umat Islam di tengah perbedaan pandangan, penting untuk melakukan dakwah dan komunikasi politik yang open-minded, dengan fokus pada penyatuan platform perjuangan. Ini berarti mengarahkan seluruh energi untuk melanjutkan kehidupan Islam dan menegakkan seluruh syariat Islam dalam bingkai Khilafah. Peristiwa seperti Aksi 212 menunjukkan bahwa umat Islam dapat bersatu di atas platform yang sama, bahkan jika organisasinya berbeda.
Setiap aktivitas politik dan pertarungan ideologi memiliki perencanaan, atau “konspirasi”. Umat Islam tidak boleh diam dan menerima manuver-manuver politik yang zalim, seperti yang pernah terjadi dengan RUU HIP dan Undang-Undang Minerba. Allah mengajarkan bahwa mereka (musuh) membuat makar, dan Allah juga membuat makar, dan Allah sebaik-baik pembuat makar. Oleh karena itu, umat Islam harus terus mengokohkan barisan dan pemahaman, karena pertolongan Allah akan datang dengan tegaknya Islam dan syariah di bawah naungan Khilafah Islamiyah.[]
Disarikan dari kajian dengan tema tersebut di NSTV: