
Mengurai Cinta Sejati kepada Nabi Muhammad SAW: Apakah Cinta Kita Diterima Rasulullah?
Setiap Rabiul Awal, mayoritas umat Islam di seluruh dunia merayakan Maulid Nabi sebagai wujud kecintaan dan penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW. Namun, di tengah semarak perayaan ini, muncul pertanyaan krusial yang patut kita renungkan: “Apakah Rasulullah menerima cinta kita?”
Ini bisa sangat menyakitkan jika kita mengaku cinta, tetapi ternyata orang yang kita cintai tidak mencintai kita kembali. Hakikat cinta sejati kepada Nabi berakar pada perintah Allah SWT dalam surah Ali Imran ayat 31, yang menegaskan bahwa apabila seseorang benar-benar cinta kepada Allah, maka ia harus mengikuti Rasulullah.
Tiga Pendekatan dalam Memahami Cinta kepada Nabi
Sebuah kajian mendalam menunjukkan adanya tiga mazhab (pendekatan) seseorang dalam memahami dan mengekspresikan cintanya kepada Nabi:
- Mazhab Sayyidina Hamzah dan Sayyidina Abbas: Paman-paman Nabi ini sangat berbahagia mendengar kabar kelahiran Nabi Muhammad SAW. Kebahagiaan mereka tidak hanya berhenti pada perayaan, tetapi juga berlanjut pada penerimaan serta pengamalan ajaran-ajaran yang dibawa oleh Nabiyullah Muhammad SAW ketika beliau diangkat sebagai utusan Allah. Ini adalah bentuk cinta yang utuh dan diterima.
- Mazhab Abu Lahab: Paman Nabi ini juga menunjukkan kebahagiaan luar biasa saat menyambut kelahiran Nabi Muhammad SAW, bahkan sampai memerdekakan budaknya. Namun, ketika Muhammad dewasa dan ditetapkan sebagai Nabi, Abu Lahab menolak ajaran syariat yang beliau bawa dan menghalang-halangi dakwah Nabi. Ini adalah bentuk cinta yang ditolak karena hanya merayakan kelahiran tanpa mengikuti seruan dakwah.
- Mazhab Abu Thalib: Paman Nabi ini juga berbahagia dengan lahirnya Nabi Muhammad SAW dan melindungi kegiatan dakwah beliau. Namun, ia tidak mau menerima seruan dakwah Nabi hingga akhir hayatnya. Allah SWT berfirman bahwa Nabi Muhammad tidak bisa memberikan hidayah kepada orang yang dicintai, melainkan Allah-lah yang memberikan hidayah kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
Enam Tipe Orang yang Cintanya Ditolak Nabi
Selain pemahaman berbagai mazhab di atas, setidaknya ada enam tipe orang yang cintanya ditolak oleh Nabi Muhammad SAW:
- Penyebar Hadis Palsu atau Pendusta atas nama Nabi: Orang yang menyebarkan riwayat-riwayat atau hadits-hadits dusta dengan mengatasnamakan Nabi. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Barangsiapa yang berdusta kepadaku dengan sengaja, maka hendaknya ia bersiap-siap mengambil tempat duduknya di neraka.” Contoh hadits palsu yang populer adalah “Laulaka laulaka ma khalaqtul aflak…” (Seandainya bukan karenamu, Allah tidak akan menciptakan makhluk…) dan “Awalu ma khalaqallah ya Jabir…” (Yang pertama kali diciptakan Allah adalah cahaya Nabimu…).
- Orang yang Tidak Siap Miskin demi Agama: Ketika memilih antara mempertahankan harta atau jabatan duniawi dengan memegang teguh akidah dan syariat Islam, mereka lebih memilih dunia. Contoh nyata adalah orang yang enggan keluar dari pekerjaan haram karena takut kehilangan penghasilan. Setan menakut-nakuti manusia akan kemiskinan agar enggan berinfak di jalan Allah, padahal balasan infak sangat dilipatgandakan.
- Para Pelaku Riba: Allah dan Rasul-Nya secara tegas menyatakan perang kepada orang-orang yang tidak meninggalkan sisa riba. Jika seseorang mengaku cinta kepada Nabi, tetapi ditantang perang oleh Allah dan Rasul-Nya karena praktik riba, maka jelas cintanya tidak diterima. Maka, bagi para pelaku riba, segeralah bertaubat mumpung masih diberi kehidupan.
- Orang yang Tidak Mau Menundukkan Hawa Nafsunya kepada Al-Qur’an dan Sunnah: Rasulullah bersabda bahwa iman seseorang belum benar-benar sempurna hingga hawa nafsunya mengikuti apa yang beliau bawa (Al-Qur’an dan Sunnah). Contohnya adalah mereka yang malas menunaikan salat wajib meski azan berkumandang, atau wanita Muslimah yang enggan menutup auratnya sesuai syariat. Ini menunjukkan cinta yang hanya di lisan, bukan dalam praktik.
- Cinta Dunia Berlebihan: Orang-orang seperti ini menjadi “hamba dunia” yang menempatkan cinta pada dunia melebihi cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka tidak peduli sekalipun harus melanggar syariat, seperti mengambil pinjaman riba dari bank demi kesuksesan usaha.
- Mencintai Orang Lain Bukan karena Allah: Cinta yang didasari kepentingan pribadi (proyek, jabatan), menunjukkan hati yang terbagi dan bukan semata karena Allah.
Indikator Cinta yang Diterima Rasulullah
Lalu, bagaimana kita dapat memastikan cinta kita diterima oleh Nabi? Menurut Imam Ibnu Taimiyah, salah satu syarat utama diterimanya amal dan cinta seseorang adalah Ittiba’ li Rasulillah (mengikuti tuntunan Rasulullah). Ini mencakup:
- Melakukan kebaikan sesuai syariat: Bukan membuat amalan atau ritual baru yang tidak pernah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, seperti melakukan doa lintas agama yang tidak sesuai syariat Islam.
- Menerapkan ajaran Nabi dalam setiap aspek kehidupan: Dari hal-hal kecil seperti adab makan (berdoa sebelum makan, setelah makan) hingga adab berpakaian dan interaksi sosial. Menjadikan Nabi sebagai idola dan meniru gaya hidup beliau adalah wujud cinta yang nyata.
- Menanamkan kecintaan pada Nabi sejak dini kepada anak-anak: Mendidik mereka agar setiap tindakan dikaitkan dengan sunnah Nabi, bukan hanya berorientasi pada pahala semata.
- Berani marah demi kebaikan: Orangtua yang beriman seharusnya marah ketika melihat anaknya tidak salat atau melakukan kemaksiatan. Marah dalam konteks ini adalah wujud kepedulian dan keimanan.
***
Cinta kepada Nabi Muhammad SAW bukanlah sekadar pengakuan lisan atau perayaan seremonial. Lebih dari itu, ia adalah sebuah komitmen untuk mengikuti ajarannya, menjauhi larangannya, dan menundukkan seluruh hawa nafsu kepada syariat Allah SWT. Mari kita bermuhasabah diri, semoga cinta kita termasuk yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW dan kita semua termasuk umat yang kelak akan mendapatkan syafaat beliau di hari kiamat.[]
Disarikan dari kajian dengan tema tersebut di NSTV: