
Perang Bani Quraizhah: Ketegasan Rasulullah ﷺ dalam Menjaga Stabilitas Negara Madinah
Perang Bani Quraizhah adalah salah satu episode penting dalam sejarah Islam yang menunjukkan sikap tegas Rasulullah ﷺ terhadap pengkhianatan dalam kehidupan bernegara. Peristiwa ini bukan semata-mata tentang konflik bersenjata, tetapi juga cermin ketegasan, keadilan, dan kebijakan Rasulullah ﷺ dalam menghadapi ancaman nyata terhadap stabilitas umat Islam di Madinah.
Latar Belakang: Deretan Pengkhianatan Suku Yahudi
Sebelum Bani Quraizhah, dua suku Yahudi lainnya sudah terlebih dahulu dikeluarkan dari Madinah karena pelanggaran berat. Bani Qainuqa diusir karena merendahkan dan menyerang kaum Muslim, termasuk saat mereka melecehkan seorang wanita Muslimah. Sementara Bani Nadhir mencoba membunuh Rasulullah ﷺ saat beliau sedang menagih diyat. Keduanya tetap memilih melawan dan berkhianat, sehingga akhirnya diusir dari Madinah.
Bani Quraizhah, meski masih tinggal di Madinah dengan perjanjian damai, akhirnya berkhianat saat Perang Khandaq. Ka’ab bin Asad, pemimpin mereka, menerima bujukan Huyai bin Akhtab dan membuka peluang pasukan Ahzab menyerang dari dalam. Ini adalah bentuk pengkhianatan berat yang bisa berujung pada kehancuran total kaum Muslim.
Perintah Langsung dari Malaikat Jibril
Setelah pasukan Ahzab gagal menembus parit, dan kaum Muslim mendapat kemenangan, Rasulullah ﷺ mendapat wahyu melalui Jibril agar segera memerangi Bani Quraizhah. Rasulullah ﷺ langsung bergerak dan menginstruksikan para sahabat untuk tidak menunda perjalanan, bahkan shalat ashar pun diperintahkan ditunaikan di lokasi target. Tindakan ini menunjukkan betapa gentingnya situasi saat itu.
Rasulullah ﷺ mengerahkan 3.000 pasukan dan mengepung benteng Bani Quraizhah selama 25 malam. Ketakutan menyelimuti mereka, logistik habis, dan pilihan mereka makin sempit. Ka’ab bin Asad mengusulkan tiga opsi kepada kaumnya: masuk Islam, berperang habis-habisan, atau menyerang di malam Sabtu. Semua ditolak. Akhirnya mereka meminta nasihat Abu Lubabah, namun Abu Lubabah malah melakukan isyarat yang menyiratkan bahwa mereka akan dibunuh. Ia langsung menyesal, mengikat diri di masjid dan bertobat, hingga Allah menerima taubatnya.
Putusan Sa’ad bin Mu’adz: Keputusan Adil yang Mendapat Legitimasi Ilahi
Bani Quraizhah akhirnya menyerah dan setuju tunduk pada keputusan Sa’ad bin Mu’adz, pemimpin suku Aus yang dahulu menjadi sekutu mereka. Sa’ad yang sudah terluka di Perang Khandaq, didatangkan dan dengan penuh ketegasan menyatakan hukuman: semua laki-laki dewasa dihukum mati, wanita dan anak-anak ditawan.
Keputusan ini diteguhkan oleh Rasulullah ﷺ sebagai keputusan yang sejalan dari Allah. Mengapa hukumannya begitu berat? Karena pengkhianatan mereka terjadi di tengah peperangan besar dan nyaris meruntuhkan kota Madinah. Apalagi setelah pengepungan, ditemukan ribuan senjata dan perlengkapan perang yang mereka simpan untuk menyerang kaum Muslim dari belakang.
Penghormatan untuk Pahlawan Umat
Sa’ad bin Mu’adz wafat tidak lama setelah memberikan keputusan itu. Rasulullah ﷺ bersabda bahwa Arsy Allah berguncang atas wafatnya Sa’ad. Para malaikat memikul jenazahnya. Bau harum menguar dari liang kuburnya. Ia menjadi teladan dalam keberanian, keadilan, dan kepemimpinan.
Peristiwa ini juga menjadi saksi nyata bagaimana Islam menjunjung tinggi integritas, amanah, dan komitmen terhadap perjanjian. Sekaligus memperlihatkan rahmat dan ruang taubat dalam Islam seperti kisah Abu Lubabah, yang disambut tobatnya oleh wahyu langsung dari langit.
Ibrah Sepanjang Masa dari Peristiwa Tersebut
- Negara Islam berhak menindak tegas pengkhianatan demi menjaga stabilitas umat.
- Pemimpin Muslim harus adil dan tegas, seperti Sa’ad bin Mu’adz yang tidak takut tekanan.
- Allah Maha Pengampun, asal taubat dilakukan dengan tulus seperti Abu Lubabah.
- Tidak semua Yahudi dihukum. Beberapa yang tidak berkhianat dimaafkan dan dihormati.
- Pengkhianatan bukan hanya soal pedang, tapi juga tentang niat menghancurkan keutuhan umat.
***
Perang Bani Quraizhah bukan sekadar sejarah, tapi pedoman sikap dalam membangun masyarakat yang beradab, amanah, dan kuat menghadapi ujian. Dari peristiwa ini, umat Islam diajarkan pentingnya bersatu, waspada terhadap pengkhianatan, serta bijak dan adil dalam mengambil keputusan.[]
Disarikan dari kajian dengan tema tersebut di NSTV: