
Di era saat artificial intelligence (AI) berkembang pesat seperti dewasa ini, kehadiran chatbot seperti ChatGPT sangat membantu pekerjaan kita. Tidak terkecuali dalam hal belajar. Karena dengan menggunakan ChatGPT kita bisa mendapatkan informasi sebanyak yang kita mau.
Namun, menjadi sebuah kesalahan yang fatal jika dalam belajar agama Islam kita menggunakan dan memposisikan ChatGPT sebagai sumber utama. Hal ini dikarenakan ChatGPT terkadang memberikan informasi atau referensi yang keliru. Lebih jauh ChatGPT memberikan informasi atau referensi yang tidak sesuai dengan kebenaran ilmiah atau syariat.
Dalam tradisi keilmuan Islam, cara belajar yang baik justru harus dilakukan dengan metode talaqqi. Metode talaqqi yaitu interaksi antara murid dengan guru yang memiliki sanad keilmuan yang jelas. Dengan cara itulah Islam menjaga kemurnian ilmu dan mencegah kesalahan dalam cara memahami.
Seperti yang pernah dipersyaratkan oleh Imam Syafi’i dalam menuntut ilmu, ada keharusan kita untuk bersahabat dengan guru. Dengan cara seperti itu kita bisa mendengarkan langsung penjelasan sekaligus menanyakan sesuatu kepada guru.
Para ulama juga mengatakan bahwa siapa saja yang tidak mempunyai guru dalam belajar, maka yang menjadi gurunya adalah setan.
Misalnya kita ingin belajar fikih mazhab Syafi’i lalu mencari info seputar ilmu-ilmu fikih tersebut dari ChatGPT, maka itu tidak boleh. Cara terbaik untuk belajar fikih mazhab Syafi’i adalah dengan berguru langsung kepada guru yang memiliki sanad keilmuan terkait, seperti dalam Daurah Fiqih As-Syafi’iyyah yang dipersembahkan NS Course ini.
ChatGPT sebagai teknologi hanya bisa kita manfaatkan sebatas untuk membantu kita saja dalam belajar, bukan menjadi sumber rujukan utama -apalagi menjadikannya sebagai guru kita.[]
Bener banget , chatGPT itu kadang jawabannya aja ngelantur ko bisa² nya di jadikan guru ….yg jelas itu ya belajar langsung kpd guru yg jelas sanad keilmuannya dan jelas ilmunya dan yg bukan anti mazhab