
Selalu ada saja segelintir orang yang mengatakan, “Saya tidak bermazhab, hanya mengikuti Sunnah,” dengan perasaan angkuh. Ungkapan tersebut kerap dijadikan sebagai pernyataan untuk menolak keberadaan mazhab dan seruan untuk kembali hanya kepada sumber primer hukum Islam.
Padahal, mazhab bukanlah aliran yang bertentangan dengan Sunnah. Mazhab hanyalah bentuk dari sebuah metodologi untuk memahami Alquran dan Sunnah yang dilakukan oleh para ulama ahli (mujtahid). Imam mazhab seperti Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, dan Ahmad bin Hanbal adalah mujtahid yang mendasarkan pendapat mereka pada dalil sahih yang diambil dari Alquran dan Sunnah.
Ketika seseorang bermazhab Syafi’i, misalnya, ia sebenarnya mengikuti hasil ijtihad Imam Syafi’i dalam menafsirkan Sunnah. Dengan kata lain, mazhab adalah jembatan untuk mencapai Sunnah, bukan penggantinya.
Di sisi lain, tidak semua orang mampu menjadi seorang mujtahid yang memiliki kompetensi untuk merujuk langsung pada dalil dan menerjemahkan maksudnya. Syarat menjadi mujtahid sangat berat, di antaranya harus menguasai bahasa Arab, ilmu hadits, usul fikih, hingga konteks historis ayat dan hadits yang sedang digali.
Bagi orang awam (yang tidak memenuhi kualifikasi tersebut), bermazhab adalah kewajiban logis agar tidak terjebak dalam kesalahan memahami teks agama. Imam Ibnu Abdul Barr menyatakan, “Orang yang tidak berilmu wajib bertanya kepada ulama dan mengikuti mereka. Ini adalah mazhabnya orang awam.”
Menolak mazhab tanpa kapasitas ijtihad justru berisiko menyimpang dari Sunnah yang sebenarnya.
Sebagian pihak menuduh bermazhab sebagai bentuk pengabaian Sunnah, bahkan dianggap sesat atau kafir. Ini adalah klaim ekstrem yang tidak berdasar. Perbedaan mazhab dalam fikih adalah khilafiyyah ijtihadiyyah (perbedaan pendapat dalam hal ijtihad) dan itu diterima, karena bukan merupakan perbedaan akidah. Para imam mazhab sendiri saling menghormati. Misalnya, Imam Syafi’i berkata, “Jika suatu hadits sahih, maka itu adalah mazhabku.”
Artinya, mazhab dibangun di atas dalil, bukan hawa nafsu. Tuduhan kafir dalam hal ini bertentangan dengan prinsip toleransi dalam Islam.
Mengapa Bermazhab Itu Penting?
Di antara urgensi kita harus bermazhab, adalah:
- Menjaga Konsistensi
Bermazhab berarti kita memastikan melakukan praktik agama tidak berdasarkan pemahaman subjektif.
- Menghindari Kekacauan
Tanpa mazhab, setiap orang akan berfatwa sesuai pemikirannya sendiri secara serampangan. Padahal Rasulullah SAW bersabda, “Allah tidak mencabut ilmu dengan sekali gerak, tetapi mencabutnya dengan mewafatkan para ulama. Hingga ketika tidak tersisa seorang alim pun, manusia menjadikan pemimpin yang bodoh. Mereka berfatwa tanpa ilmu, lalu sesat dan menyesatkan.” (HR. Bukhari)
- Menghormati Jejak Ulama
Mazhab adalah warisan keilmuan yang telah teruji selama berabad-abad. Dengan bermazhab, kita telah menghormati karya para ulama yang peduli akan berkesinambungannya agama Islam dengan praktik yang benar.
Anda ingin belajar fikih mazhab Syafi’i?
Ikuti Daurah Fiqih as-Syafi’iyyah di sini.
Jadi, bermazhab bukan berarti fanatik buta terhadap suatu aliran. Akan tetapi dengan bermazhab kita justru mengikuti manhaj para ulama dalam memahami Sunnah. Bagi orang awam, ini adalah jalan aman untuk tetap taat tanpa melampaui kapasitas. Sebaliknya, klaim “hanya mengikuti Sunnah” tanpa metodologi mazhab justru berpotensi menjauhkan seseorang dari Sunnah yang benar.[]