
Tragedi Pascaperang Uhud dan Pengusiran Bani Nadhir: Ujian, Pengkhianatan, dan Keteguhan Dakwah
Perang Uhud menjadi titik balik penting dalam sejarah perjuangan umat Islam. Kekalahan sementara yang menelan 70 syuhada membuat musuh-musuh Islam kembali percaya diri. Meskipun kaum Quraisy gagal menyerang Madinah lewat Perang Hamra’ul Asad, mereka berhasil membangun narasi kemenangan. Wibawa kaum Muslim pun diuji.
Ancaman dari Segala Arah
Setelah Perang Uhud, Madinah dikepung oleh ancaman dari berbagai pihak. Kaum Yahudi, orang-orang munafik, dan suku-suku Badui mulai berani menunjukkan permusuhan terbuka. Mereka menyusun siasat untuk menghancurkan eksistensi Islam.
Bani Asad bin Khuzaimah dan Khalid bin Sufyan Al-Hudzaili adalah dua kekuatan yang mencoba melakukan perlawanan, tapi berhasil digagalkan lebih dulu oleh strategi Rasulullah SAW. Namun, bukan kekuatan frontal saja yang menjadi ancaman. Pengkhianatan yang licik justru menjadi ujian yang lebih berat.
Tragedi Ar-Raji dan Bi’r Ma’unah
Dua tragedi memilukan terjadi di bulan-bulan pasca-Uhud: tragedi Ar-Raji dan Bi’r Ma’unah. Kedua peristiwa ini melibatkan utusan-utusan Rasulullah SAW yang dikirim untuk berdakwah, namun dikhianati dan dibantai secara kejam.
Di Ar-Raji, enam sahabat penghafal Al-Qur’an dibunuh secara licik. Ashim bin Tsabit yang gugur, dijaga jasadnya oleh pasukan lebah raksasa agar tidak dijamah kaum musyrik, menunjukkan keistimewaan orang-orang yang bersumpah untuk menjaga kehormatannya sampai akhir.
Bi’r Ma’unah menyisakan luka yang lebih dalam: 68 sahabat penghafal Qur’an dibantai, meski sebelumnya dijamin keamanannya oleh seorang pembesar Najd. Rasulullah SAW bahkan mendoakan kebinasaan para pelaku selama 30 hari berturut-turut dalam shalat Subuh.
Pengusiran Bani Nadhir: Akhir dari Konspirasi
Tragedi ini memuncak pada konspirasi pembunuhan Rasulullah SAW yang dilakukan oleh Bani Nadhir saat beliau datang untuk menyelesaikan urusan pembayaran diyat. Allah menyelamatkan Rasulullah SAW melalui wahyu, dan beliau pun langsung mengultimatum mereka untuk meninggalkan Madinah dalam waktu 10 hari.
Bani Nadhir awalnya hendak pergi, tapi dirayu oleh Abdullah bin Ubay bin Salul dan sekutu-sekutunya untuk tetap bertahan. Ketika bantuan yang dijanjikan tak kunjung datang, mereka pun menyerah. Mereka diizinkan keluar Madinah dengan membawa harta sekedarnya. Benteng mereka diruntuhkan, dan semua harta yang ditinggalkan menjadi milik kaum Muslim sebagai harta fa’i.
Hikmah di Balik Ujian
Dari semua tragedi ini, terdapat pelajaran mendalam:
- Keteguhan dakwah: Rasulullah SAW tidak pernah surut mengirim utusan dakwah, meski risikonya tinggi. Ini menegaskan bahwa dakwah adalah tugas kolektif umat, bukan beban satu orang.
- Kecintaan sahabat kepada Nabi SAW: Ungkapan Khubaib bin Adi sebelum dieksekusi—lebih rela mati daripada Nabi tersakiti—menjadi teladan cinta sejati.
- Ujian keimanan: Syahidnya para penghafal Qur’an adalah cara Allah memisahkan yang tulus dari yang munafik, dan memberikan kedudukan mulia bagi yang ikhlas.
- Sikap Rasulullah SAW terhadap pengkhianat: Rasulullah SAW sabar, tapi tegas terhadap setiap pelanggaran perjanjian. Sikap ini mengajarkan pentingnya prinsip dalam berinteraksi.
- Kebohongan munafik dan kelemahan musuh: Janji-janji kosong Abdullah bin Ubay bin Salul menunjukkan bahwa musuh Islam sejatinya lemah dan penuh tipu daya.
***
Tragedi-tragedi pascaperang Uhud dan pengusiran Bani Nadhir bukan sekadar sejarah kelam. Ia adalah potret keteguhan, pengkhianatan, dan keberanian dalam menegakkan kebenaran. Dari darah para syuhada inilah dakwah Islam terus melaju, menembus zaman hingga hari ini.[]
Disarikan dari kajian dengan tema tersebut di NSTV: