
Muhasabah Diri dan Kebaikan yang Dilipatgandakan: Jalan Menuju Keselamatan Akhirat
Dalam salah satu hadits qudsi yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Allah SWT berfirman:
“Wahai hamba-Ku, sesungguhnya ini adalah amal perbuatan kalian. Aku catat semuanya untuk kalian, lalu Aku akan membalasnya. Maka siapa saja yang mendapatkan kebaikan, hendaklah bersyukur kepada-Ku. Dan barang siapa yang mendapatkan selain itu, janganlah menyalahkan siapa pun kecuali dirinya sendiri.”
Pesan spiritual ini menegaskan bahwa seluruh amal kita, sekecil apa pun, akan dicatat dan diperhitungkan oleh Allah. Amal baik akan diganjar mulai dari sepuluh kali lipat hingga tujuh ratus kali lipat pahala, bahkan lebih sesuai kehendak-Nya. Sebaliknya, keburukan hanya dibalas setimpal, atau bahkan diampuni jika Allah menghendaki.
Dorongan untuk Terus Berbuat Baik
Allah memotivasi hamba-Nya untuk memperbanyak amal saleh, agar kelak di akhirat mereka berhak mendapatkan ganjaran kebaikan dan surga. Di sisi lain, tidak ada kecurangan dalam perhitungan Allah; tidak sedikit pun Dia akan menzalimi hamba-Nya.
Namun bagi pelaku maksiat, akan datang saat di mana mereka menyesali perbuatannya, pada waktu penyesalan tak lagi berguna. Dalam QS An-Naba’ ayat 40, Allah menggambarkan penyesalan orang kafir di akhirat: “Alangkah baiknya seandainya aku dulu hanya menjadi tanah.”
Setiap Hari adalah Kesempatan untuk Muhasabah
Dalam QS Al-Hasyr ayat 18, Allah memerintahkan: “Wahai orang-orang beriman, bertakwalah kepada Allah dan perhatikanlah apa yang telah kamu persiapkan untuk hari esok (akhirat).”
Hari kiamat disebut dengan “lighad(in)” dalam ayat ini, yang menurut para ahli tafsir menunjukkan betapa dekatnya hari tersebut. Bahkan, kematian yang pasti datang disebutkan dalam QS Al-Munafiqun ayat 10 sebagai momen penyesalan karena belum sempat bersedekah atau berbuat baik.
Rasulullah SAW juga bersabda:
“Orang cerdas adalah yang menundukkan hawa nafsunya dan beramal untuk kehidupan setelah kematian. Orang bodoh adalah yang mengikuti hawa nafsunya dan berharap banyak dari Allah tanpa usaha.” (HR. Tirmidzi)
Teladan dari Para Sahabat
Kisah para sahabat menjadi pelajaran berharga tentang muhasabah. Abu Bakar Ash-Shiddiq pernah memuntahkan makanan setelah tahu makanan itu berasal dari sesuatu yang meragukan. Padahal beliau adalah sosok yang sangat dekat dengan Rasulullah.
Umar bin Khattab berkata, “Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab. Timbanglah amal kalian sebelum ditimbang.” Ungkapan ini tertulis dalam kitab Ihya Ulumuddin dan menjadi prinsip utama dalam kehidupan para salafus shalih.
Salah satu kisah menyentuh lainnya adalah saat Abu Bakar melihat seekor burung yang bebas terbang ke mana saja dan makan apa saja yang tersedia di mana saja, dan berkata: “Andai aku seperti engkau, wahai burung. Engkau hidup bebas, tidak akan dihisab, dan tidak akan diazab.”
Begitu pula Abdurrahman bin ‘Auf, sahabat yang dikenal sangat kaya. Setelah mendengar bahwa orang kaya akan dihisab lebih lama, beliau segera menyedekahkan hartanya untuk meringankan hisab di akhirat.
Amal Terkecil Tetap Diperhitungkan
Allah berfirman dalam QS Az-Zalzalah ayat 7-8:
“Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah (debu), niscaya dia akan melihatnya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihatnya pula.”
Ini menjadi peringatan bahwa amal sekecil apa pun, baik atau buruk, tidak akan luput dari catatan amal. Oleh karena itu, jangan pernah meremehkan dosa kecil, karena itu tetap merupakan bentuk maksiat kepada Allah.
Jadikan Muhasabah sebagai Gaya Hidup
Menghisab diri tidak harus menunggu akhir tahun atau momen khusus. Sebaliknya, muhasabah seharusnya menjadi rutinitas harian, bahkan setiap waktu. Evaluasi setiap ucapan, tindakan, dan niat kita. Jika para sahabat yang telah dijamin surga saja merasa khawatir dengan penghisaban, bagaimana dengan kita yang penuh kekurangan?
Sebagai hamba Allah, mari terus perbanyak amal kebaikan, bertobat atas kesalahan, dan jadikan muhasabah sebagai cara hidup agar saat datang hari penghisaban, kita termasuk orang-orang yang ringan hisabnya. Wallahu a’lam bishshawab.[]
Disarikan dari kajian Nafsiyah Islamiyah yang diselenggarakan di NSTV.