
Motivasi dan Kepentingan Politik Islam: Menemukan Arah Kepemimpinan di Tengah Krisis Global
Dalam dunia yang terus berubah dan penuh gejolak, termasuk ancaman krisis ekonomi global dan tantangan sosial pasca-pandemi, umat Islam membutuhkan panduan yang jelas dalam memandang politik. Politik dalam Islam bukan sekadar seni meraih kekuasaan, tapi sarana agung untuk menegakkan keadilan dan membawa rahmat bagi seluruh alam.
Tiga Pilar Motivasi Politik dalam Islam
Islam mendorong segala tindakan politik berdasarkan motivasi iman, bukan sekadar ambisi duniawi. Dalam konteks ini, ada tiga jenis motivasi utama:
1. Motivasi Spiritual (Ruhiyyah)
Motivasi ini lahir dari kesadaran akan tanggung jawab di hadapan Allah SWT. Kisah Rasulullah SAW dan para Khalifah Rasyidah menunjukkan bagaimana dorongan ruhiyyah melahirkan kepemimpinan yang tangguh dan penuh integritas. Contohnya adalah Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang bahkan membedakan pemakaian lampu antara urusan keluarga dan urusan negara—sebuah simbol tanggung jawab spiritual yang mendalam.
2. Motivasi Mental (Maknawiyyah)
Ini adalah kekuatan dari semangat juang dan kepercayaan diri. Ketika seseorang memiliki visi dan keyakinan kuat, ia dapat melewati rintangan apa pun. Namun, tanpa landasan ruhiyyah, motivasi mental bisa goyah, seperti propaganda Jepang terhadap tentara AS dalam Perang Dunia II yang memanipulasi emosi keluarga.
3. Motivasi Material (Madiyyah)
Dorongan karena kekuatan ekonomi dan sumber daya saja tidak cukup. Sejarah menunjukkan bahwa kekuatan materi yang tidak didukung oleh nilai spiritual cenderung rapuh. Seperti pasukan Quraisy yang kalah dari kaum Muslim pada Perang Badar meski unggul secara jumlah dan senjata.
Empat Jenis Kepentingan dalam Politik
Jika motivasi adalah pendorong dari dalam, maka kepentingan adalah arah atau tujuan luar yang ingin dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang. Dalam politik, kepentingan diklasifikasikan menjadi empat:
1. Kepentingan Ideologis
Inilah satu-satunya kepentingan yang mulia dalam politik Islam: menjadikan syariat Islam sebagai pengatur kehidupan. Di tengah ketidakpastian global dan krisis sistem kapitalisme pasca-pandemi, umat Islam dipanggil untuk menawarkan solusi ideologis yang menyeluruh dan menyatukan.
2. Kepentingan Pribadi
Politik demi ambisi pribadi melahirkan kediktatoran. Sejarah mencatat nama-nama seperti Hitler hingga Saddam Hussein yang merusak negeri karena mengejar kepentingan egoistik.
3. Kepentingan Kelompok
Seperti pada masa Orde Baru di Indonesia, saat kekuasaan digunakan untuk memperkaya lingkaran tertentu, bukan untuk kepentingan rakyat luas.
4. Kepentingan Negara Asing
Ketika kebijakan dirancang untuk melayani kekuatan luar, maka kedaulatan bangsa terancam. Sejarah menyaksikan bagaimana penghapusan Khilafah Utsmaniyah oleh Kemal Attaturk adalah wujud nyata kepentingan asing yang membelah kekuatan umat.
Momentum Hari Ini: Saatnya Bergerak
Tahun ini, umat Islam menghadapi momen berbagai krisis dengan harapan dan keprihatinan. Momentum ini adalah panggilan spiritual agar setiap pemimpin dan warga negara Muslim menguatkan kembali motivasi spiritual dan menjadikan kepentingan ideologis Islam sebagai orientasi utama.
Bukan saatnya menunda. Dunia sedang mencari arah baru. Jika kita tidak siap menawarkan solusi berbasis syariat, maka peluang akan direbut oleh ideologi lain—meskipun tentu akan mengalami kegagalan lagi.
Kepemimpinan Islam dibangun bukan hanya oleh kemampuan, tetapi oleh niat, integritas, dan kekuatan spiritual. Mari kita menyiapkan generasi pemimpin dan rakyat yang tidak hanya berfikir dunia, tetapi juga akhirat. Karena dalam Islam, politik bukan jalan menuju istana, tapi menuju surga.[]
Disarikan dari kajian dengan tema tersebut di NSTV:
https://www.youtube.com/watch?v=y7XLSW1c0us