
Strategi Rasulullah SAW Mengatur Masyarakat Paska Hijrah: Membangun Fondasi Negara Islam di Madinah
Setelah menempuh perjalanan suci hijrah dari Makkah ke Madinah, Nabi Muhammad SAW menghadapi tantangan baru: membangun masyarakat yang utuh dan harmonis berdasarkan prinsip-prinsip Islam. Kedatangan beliau di Madinah bukan hanya membawa perubahan spiritual, tetapi juga menjadi awal pembentukan negara Islam pertama dalam sejarah. Dengan bijaksana, Rasulullah SAW merancang strategi yang terstruktur untuk mengatur masyarakat yang majemuk, mengokohkan persaudaraan umat Islam, serta menjalin hubungan dengan kelompok yang masih musyrik dan kafir.
Langkah Awal: Pembangunan Masjid Nabawi
Langkah pertama yang dilakukan oleh Nabi setibanya di Madinah adalah mendirikan Masjid Nabawi. Beliau membiarkan untanya berhenti di lokasi yang kemudian dipilih sebagai tempat masjid. Di sanalah beliau tinggal sementara waktu di rumah Abu Ayyub Al-Anshari selama tujuh bulan hingga masjid selesai dibangun.
Masjid tidak hanya menjadi pusat ibadah, tetapi juga menjadi pusat pemerintahan, pendidikan, pengadilan, dan tempat musyawarah. Di sinilah Nabi menyusun rencana besar untuk membangun fondasi negara Islam. Pembangunan masjid ini mencerminkan pentingnya landasan spiritual dalam membangun peradaban yang kokoh.
Perubahan Nama Kota Yatsrib Menjadi Madinah
Sebelumnya dikenal sebagai Yatsrib, kota ini memiliki nama yang kurang baik maknanya dalam bahasa Arab. Setelah kedatangan Nabi, kota tersebut berganti nama menjadi Madinah, yang berasal dari kata Thayyibah (yang baik). Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Madinah seperti api yang membersihkan karat pada perak, menggambarkan bagaimana kota ini akan menyucikan jiwa dan membersihkan masyarakat dari kesesatan jahiliyah.
Struktur Masyarakat Madinah
Saat itu, masyarakat Madinah terdiri dari tiga kelompok utama:
1. Kaum Muslimin (Muhajirin dan Anshar)
Kaum Muhajirin adalah para sahabat yang meninggalkan Makkah demi mempertahankan iman mereka. Sedangkan Anshar adalah penduduk Madinah yang membantu dan melindungi kaum Muhajirin. Persaudaraan antara dua kelompok ini menjadi fondasi kuat bagi bangunan masyarakat Islam.
2. Kaum Musyrikin dan Munafiqin
Meski jumlahnya semakin sedikit, ada beberapa orang yang masih mempertahankan kekafiran atau berpura-pura masuk Islam sambil menyimpan niat buruk. Tokoh utama golongan ini adalah Abdullah bin Ubay, yang kerap melakukan provokasi dan fitnah terhadap umat Islam.
3. Kaum Yahudi
Ada tiga kelompok utama Yahudi di Madinah: Bani Qainuqa’, Bani Nadhir, dan Bani Quraizhah. Mereka memiliki kekuatan ekonomi dan politik yang signifikan. Namun, sikap permusuhan mereka terhadap Islam akhirnya menyebabkan konflik yang tak terhindarkan.
Mempersaudarakan Muhajirin dan Anshar
Salah satu langkah revolusioner Nabi adalah mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar. Setiap individu dari kedua kelompok ini dijodohkan sebagai saudara dalam iman. Tujuannya adalah menghilangkan fanatisme kabilah dan membangun solidaritas berdasarkan aqidah.
Dalam sebuah riwayat, Sa’ad bin Rabi’ menawarkan separuh hartanya kepada Abdurrahman bin Auf sebagai bentuk dukungan. Namun, Abdurrahman lebih memilih mencari rezeki sendiri melalui perdagangan. Ini menunjukkan bahwa ikatan persaudaraan tidak harus bersifat materi, tetapi lebih pada saling mendukung dan peduli.
Persaudaraan ini juga sempat mencakup hak waris, namun setelah turunnya ayat tentang warisan dalam Surah Al-Anfal, sistem tersebut dihapus dan digantikan dengan sistem waris berdasarkan hubungan darah.
Piagam Madinah: Konstitusi Negara Islam Pertama
Nabi Muhammad SAW menyusun sebuah dokumen bernama Piagam Madinah, yang merupakan konstitusi pertama dalam sejarah Islam. Dokumen ini mengatur hubungan antarumat Islam dan dengan kelompok non-Muslim, termasuk Yahudi.
Isi pokok Piagam Madinah meliputi:
- Pengakuan terhadap hak warga negara, termasuk kebebasan beragama.
- Kewajiban saling melindungi dan membela dalam menghadapi musuh bersama.
- Larangan bersekongkol untuk merugikan negara.
- Penyelesaian perselisihan melalui syariat Islam dan kepemimpinan Nabi.
- Kedaulatan tertinggi berada di tangan Allah dan Rasul-Nya.
Piagam ini menjadi simbol toleransi dan keadilan Islam yang luar biasa, di mana agama minoritas tetap dihormati asalkan taat pada aturan negara (Islam).
Pembangunan Masyarakat Berbasis Tauhid
Rasulullah SAW membangun masyarakat yang berlandaskan tauhid, yaitu keyakinan bahwa hanya Allah yang disembah dan segala urusan dikembalikan kepada-Nya dan Rasul-Nya. Ajaran ini menjadi dasar dari seluruh aspek kehidupan—politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
Beliau juga mengajarkan nilai-nilai mulia seperti kasih sayang, tolong-menolong, shalat malam, dan menyebarkan salam. Seperti sabda beliau:
“Wahai sekalian manusia, sebarkanlah salam, berikanlah makanan, sambunglah tali persaudaraan, shalatlah pada malam hari tatkala semua orang sedang tidur, niscaya kalian akan masuk surga dengan damai.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah)
Menghadapi Ancaman Eksternal dan Internal
Meskipun telah berhasil membangun ketertiban internal, ancaman dari luar tetap ada. Kaum Quraisy Makkah tidak tinggal diam dan terus berusaha mengganggu stabilitas Madinah. Nabi pun mengambil langkah-langkah antisipatif, seperti memperkuat militer dan menjalin aliansi dengan suku-suku lain.
Di dalam negeri, Nabi juga menghadapi tantangan dari kelompok munafik dan Yahudi yang berusaha mengganggu kestabilan. Namun, beliau tetap mengedepankan dialog, diplomasi, dan jika diperlukan, tindakan tegas sesuai syariat.
Hikmah dan Pelajaran Strategis
Ada banyak pelajaran penting dari cara Nabi mengatur masyarakat paska hijrah:
1. Negara Butuh Fondasi Spiritual
Tanpa landasan tauhid dan ketakwaan, negara tidak akan berdiri kokoh. Masjid menjadi simbol sekaligus pusat dari seluruh aktivitas masyarakat.
2. Persaudaraan sebagai Pilar Kesatuan
Persaudaraan Muhajirin dan Anshar membuktikan bahwa ukhuwah Islamiyah bisa mengalahkan fanatisme suku dan warna kulit.
3. Keadilan Harus Ditegakkan
Baik terhadap sesama Muslim maupun non-Muslim, Nabi memberikan contoh keadilan yang tidak diskriminatif.
4. Politik dan Dakwah Tak Terpisahkan
Untuk menerapkan syariat secara kaffah, dibutuhkan sistem politik yang kuat. Itulah mengapa Nabi tidak hanya menjadi rasul, tetapi juga sebagai kepala negara.
5. Islam Mengakui Pluralitas
Keberadaan Yahudi dan kelompok non-Muslim di Madinah menunjukkan bahwa Islam mengakui keberagaman selama tidak bertentangan dengan prinsip negara.
6. Kemenangan Datang setelah Ujian
Sebagaimana janji Allah, kemenangan datang setelah ujian panjang. Kehidupan Rasulullah SAW di Madinah penuh dengan ujian, tetapi akhirnya ia berhasil membangun peradaban yang gemilang.
***
Hijrah bukan akhir dari perjuangan, tetapi awal dari fase baru dalam sejarah umat manusia. Dengan hikmah, kebijaksanaan, dan ketundukan total kepada Allah SWT, Nabi Muhammad SAW berhasil membangun negara Islam yang adil, sejahtera, dan penuh toleransi. Madinah menjadi model ideal bagi umat Islam di masa kini dalam membangun masyarakat yang harmonis, berbasis syariat, dan berkeadilan.
Peristiwa ini mengajarkan bahwa perubahan besar dimulai dari hal-hal kecil: membangun masjid, mempersaudarakan hati, membuat perjanjian yang adil, dan membangun struktur masyarakat yang kokoh. Semoga kita dapat meneladani langkah-langkah Rasulullah dalam membangun peradaban yang diridhai Allah SWT.[]
Disarikan dari kajian dengan tema tersebut di NSTV: