
Tadabur Surah Al-Fiil: Pasukan Gajah Abrahah dan Peta Politik Dakwah Nabi Muhammad ﷺ
Kisah pasukan gajah yang berusaha menghancurkan Ka’bah adalah salah satu fragmen sejarah monumental yang diabadikan dalam Al-Qur’an melalui Surah Al-Fiil. Peristiwa ini tidak hanya menjadi bukti kebesaran Allah SWT, tetapi juga menyimpan pelajaran mendalam tentang peta politik dakwah pada masa kelahiran Nabi Muhammad ﷺ. Terjadi pada tahun yang sama dengan kelahiran Rasulullah, yang kemudian dikenal sebagai Tahun Gajah (‘Aamul Fiil), peristiwa ini menjadi salah satu tanda kenabian (irhasat) yang agung.
Konteks Politik Global Saat Kelahiran Nabi Muhammad ﷺ
Saat Rasulullah ﷺ lahir di Makkah, dunia dikuasai oleh dua kekuatan besar: Kekaisaran Persia di timur (wilayah Iran, Irak, Khurasan) dan Kekaisaran Romawi Timur (Bizantium) di barat (wilayah Syam, Mesir, Turki, Afrika Utara). Jazirah Arab sendiri terdiri dari suku-suku yang berkuasa di wilayah masing-masing, seperti Suku Quraisy di Makkah serta Aus dan Khazraj di Yatsrib (Madinah). Di selatan, Yaman berada di bawah pengaruh kekuasaan Habasyah. Peta politik ini menunjukkan bahwa bangsa Arab pada masa itu belum menjadi kekuatan militer yang diperhitungkan.
Abrahah, seorang penguasa di Yaman, diliputi kedengkian melihat Ka’bah menjadi pusat ziarah bagi bangsa Arab. Ia kemudian membangun sebuah gereja megah di Sana’a dengan tujuan memalingkan perhatian orang-orang dari Ka’bah. Untuk mewujudkan ambisinya, Abrahah memimpin pasukan besar yang dilengkapi dengan gajah—kendaraan militer terkuat pada zaman itu—untuk menghancurkan Ka’bah di Makkah.
Kedatangan pasukan gajah ini menimbulkan ketakutan luar biasa di kalangan penduduk Makkah. Suku-suku Arab, termasuk kaum musyrik Quraisy, merasa tidak memiliki kekuatan militer yang sepadan untuk melawan. Mereka lari dan bersembunyi di bukit-bukit.
Pertolongan Allah yang Menakjubkan: Tafsir dan Balaghah Surat Al-Fiil
Allah SWT mengabadikan peristiwa ini dalam Surat Al-Fiil, yang dimulai dengan pertanyaan retoris: “Alam tara kaifa fa’ala rabbuka bi ashabil fiil?” (Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah?).
Pertanyaan ini bukan untuk meminta jawaban, melainkan sebuah istifham lit-taqrir wat-ta’jib—kalimat tanya untuk menuntut pembenaran, menegaskan kebenaran, dan menunjukkan keagungan peristiwa tersebut.
Allah kemudian menghancurkan tipu daya Abrahah dengan cara yang tak terduga. Dia mengirimkan burung-burung yang datang berbondong-bondong (thairan abaabil). Perlu dicatat, “Abaabil” bukanlah nama jenis burung, melainkan gambaran kondisi burung yang datang secara bergelombang dan berkelompok dalam jumlah yang besar.
Burung-burung ini membawa batu-batu kecil dari tanah liat yang dibakar (hijaaratin min sijjiil). Batu-batu panas ini, yang dibawa dengan cakar dan paruh mereka, menghujani pasukan Abrahah. Kekuatannya digambarkan laksana tembakan senapan mesin dari pesawat tempur modern yang membinasakan pasukan darat. Akibatnya, pasukan perkasa itu hancur lebur, “faja’alahum ka’ashfim ma’kuul”—menjadi seperti daun-daun yang dimakan ulat.
Pelajaran penting di sini adalah bagaimana Allah menunjukkan kemahakuasaan-Nya dengan menghancurkan pasukan yang dianggap terkuat (super power) dengan makhluk yang dianggap lemah (burung).
Hikmah di Balik Peristiwa: Persiapan untuk Risalah Kenabian
Para ulama menjelaskan bahwa peristiwa ini merupakan irhas, yaitu kejadian luar biasa yang mengiringi tanda-tanda kelahiran seorang calon nabi. Allah tidak menyelamatkan Ka’bah demi kaum musyrik Quraisy yang saat itu memenuhinya dengan berhala. Sebaliknya, Allah melindungi Makkah dan Ka’bah karena tempat suci itu dipersiapkan untuk menjadi titik tolak risalah Nabi Muhammad ﷺ.
Jika Abrahah berhasil menguasai Makkah, tentu akan berpengaruh besar terhadap kelahiran dan pertumbuhan Rasulullah ﷺ. Dengan diselamatkannya Makkah, Nabi Muhammad ﷺ dapat lahir dan tumbuh di tengah lingkungan kepemimpinan kakeknya, Abdul Muthalib, seorang tokoh yang dihormati.
Peran Makkah dalam Peta Politik Dakwah
Setelah peristiwa Tahun Gajah, Makkah dan Ka’bah tetap menjadi pusat Jazirah Arab. Hal ini menjadi strategis bagi dakwah Nabi Muhammad ﷺ. Ketika beliau berdakwah, suku-suku dari berbagai penjuru Arab datang berziarah ke Ka’bah. Momentum ini dimanfaatkan oleh Nabi untuk menyampaikan risalah Islam kepada mereka.
Meski banyak suku menolak, dakwah tersebut akhirnya diterima oleh suku Aus dan Khazraj dari Yatsrib. Pertemuan di Makkah inilah yang berujung pada Baiat Aqabah I dan II, sebuah perjanjian politik yang menjadi cikal bakal berdirinya Daulah Islamiyah di Madinah.
Dengan demikian, Makkah, kota yang dilindungi Allah dari serangan pasukan gajah, memainkan peran sentral sebagai:
- Tempat Kelahiran dan Pertumbuhan Nabi ﷺ.
- Titik Tolak Peristiwa Isra’ Mi’raj, yang mengisyaratkan pembebasan Makkah dan Al-Aqsa di masa depan.
- Pusat Interaksi Suku-Suku Arab, yang membuka jalan bagi dakwah hingga ke Yatsrib.
- Saksi Bisu Baiat Aqabah, fondasi berdirinya negara Islam di Madinah.
***
Kisah pasukan gajah bukan sekadar cerita masa lalu. Ia adalah pelajaran abadi tentang kekuasaan Allah, pentingnya Makkah dalam sejarah Islam, dan bagaimana Allah mempersiapkan panggung dunia untuk dakwah Rasulullah ﷺ yang pada akhirnya mengubah bangsa Arab menjadi pembawa rahmat bagi seluruh peradaban manusia.[]
Disarikan dari kajian dengan tema tersebut di NSTV: