
Sangkan Paraning Dumadi: Menelusuri Asal dan Tujuan Hidup dalam Perspektif Peradaban Dunia
Dalam khazanah Jawa, istilah Sangkan Paraning Dumadi memiliki makna filosofis yang dalam: “dari mana kita berasal, untuk apa kita hidup, dan ke mana kita akan kembali.” Pertanyaan eksistensial ini telah menjadi pijakan utama berbagai peradaban dan agama dalam membentuk nilai dan arah hidup manusia.
Warisan Mesir: Firaun Anak Dewa
Peradaban Mesir kuno menjawab pertanyaan hidup melalui mitologi dewa-dewa. Mereka meyakini alam berasal dari air dan matahari (dewa Ra atau Atum), yang kemudian melahirkan generasi dewa-dewi hingga hadirnya manusia sebagai pelayan para dewa. Firaun diposisikan sebagai anak dewa, menjadi simbol penguasa suci. Dari sini lahir struktur masyarakat teosentris yang menuhankan raja, sebuah konsep yang kelak memengaruhi peradaban Yunani dan bahkan doktrin trinitas dalam Kristen.
India Kuno: Lingkaran Samsara dan Moksa
Dalam filsafat Brahman (cikal bakal Hindu dan Buddha), seluruh makhluk berasal dari pancaran tuhan yang disebut Brahman. Jiwa (atman) yang menjelma menjadi manusia, hewan, atau dewa, harus kembali pada sumbernya. Namun, proses ini terhalang oleh karma dan siklus reinkarnasi (samsara). Jalan pembebasan hanya bisa dicapai dengan menghentikan seluruh aktivitas duniawi, menjadi petapa dan mencapai moksa. Representasi filosofis ini terekam dalam struktur Candi Borobudur, dari relief dunia hingga stupa tertutup sebagai simbol pemutusan ikatan dunia.
Barat dan Kristen: Dosa Warisan dan Penebusan
Peradaban Barat abad pertengahan bertumpu pada doktrin Kristen: manusia hidup karena dosa Adam, dan hanya penebusan Yesus yang bisa menyelamatkannya. Meski tampak teologis, doktrin ini tidak berasal dari kitab ilahiah, melainkan tulisan manusia seperti Paulus dan para penginjil. Dari sinilah terbentuk sistem teologi yang menjadi dasar peradaban Barat selama berabad-abad.
Ideologi Modern: Sosialisme dan Kapitalisme
Abad modern menyaksikan lahirnya ideologi yang menjawab sangkan paraning dumadi tanpa Tuhan. Sosialisme-Komunisme menegaskan bahwa dunia tercipta dari ledakan besar (Big Bang), dan manusia berevolusi dari materi hingga akhirnya musnah begitu saja. Tidak ada kehidupan setelah mati. Kapitalisme, yang lahir sebagai reaksi atas penindasan gereja, mengakui Tuhan sebagai pencipta tapi tidak ikut campur. Dunia dianggap berjalan sendiri seperti jam yang ditinggal pembuatnya setelah diserahkan kepada pembeli. Dalam sistem ini, manfaat (pragmatisme) dan kebebasan (liberalisme) menjadi poros nilai.
Islam: Jawaban yang Fitrah dan Komprehensif
Islam menjawab pertanyaan besar ini dengan lugas dan logis. Manusia berasal dari Allah Sang Pencipta, diturunkan ke bumi untuk menjalankan amanah sebagai khalifah. Kehidupan bukan tanpa arah, tetapi terikat hukum syariat yang sempurna. Setiap perbuatan ada hisabnya, dan akhir dari semua adalah surga atau neraka. Islam bukan sekadar agama ritual, tapi sistem hidup yang utuh, mengatur dari individu hingga negara. Sumber hukumnya bukan karangan manusia, melainkan wahyu Allah dalam Al-Qur’an dan Sunnah.
Sebagaimana firman Allah:
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu.” (QS. Al-Maidah: 3)
***
Ensiklopedi Sangkan Paraning Dumadi bukan hanya upaya lintas sejarah untuk memahami asal dan tujuan hidup, tetapi juga menjadi cermin bagaimana setiap peradaban merumuskan worldview-nya. Islam hadir sebagai satu-satunya sistem hidup yang sempurna, otentik, dan terbukti menuntun manusia menuju kehidupan yang bermakna—di dunia dan akhirat.[]
Disarikan dari kajian dengan tema tersebut di NSTV: