
Film Superman yang dibesut oleh James Gunn, yang akan rilis pada tahun 2025, telah menjadi pro dan kontra di masyarakat dunia. Meskipun film ini sukses besar secara box office dan menarik perhatian penonton film aksi superhero, ia justru diboikot oleh pihak Zionis Yahudi karena dianggap menunjukkan bentuk simpati dan dukungan terhadap muslimin di Gaza. Film ini, menurut pandangan netizen, merepresentasikan apa yang terjadi di Timur Tengah hari ini, khususnya di Gaza.
Dalam film, negara Zionis Yahudi yang menganeksasi wilayah Palestina, direpresentasikan oleh negara Boravia, sebuah entitas politik militeristik yang kuat. Sementara itu, komunitas masyarakat Jarhanpur yang miskin, terpinggirkan, dan tidak berdaya, direpresentasikan sebagai muslimin Gaza di Palestina. Sosok penguasa Boravia, Fasil Gelarkos, diperlihatkan mirip dengan Benjamin Netanyahu, bahkan secara penampilan menyerupai David Ben-Gurion, pendiri negara Zionis Yahudi dan perdana menteri pertamanya. Musuh utama Superman, Lex Luthor, juga disindir sebagai representasi Donald Trump.
Namun, James Gunn sendiri telah mengklarifikasi bahwa film Superman 2025 tidak memetakan atau merepresentasikan kenyataan yang ada di dunia saat ini, khususnya di Gaza. Ia menegaskan bahwa syuting film dimulai sebelum peristiwa 7 Oktober 2023, dan karakter-karakter seperti Jarhanpur, Boravia, dan Fasil Gelarkos diadopsi langsung dari komik-komik Superman sebelumnya. Meskipun demikian, simpati dan atensi dunia tetap menghubungkan film ini dengan isu Palestina, seolah-olah menjadi bentuk dukungan dari sineas Hollywood.
Superman: Karakter Ciptaan Yahudi dengan Misi Tersembunyi
Untuk memahami polemik ini lebih lanjut, penting untuk menelisik rekam jejak sejarah karakter Superman. Faktanya, Superman merupakan karakter dari komik yang dikreasikan oleh dua orang Yahudi: Jerry Siegel dari Lituania dan Joe Shuster dari Ukraina, yang beremigrasi ke Amerika Serikat. Orangtua mereka menjadi imigran karena ketakutan terhadap pembantaian Yahudi oleh Nazi Jerman di bawah kepemimpinan Adolf Hitler menjelang Perang Dunia Kedua.
Para imigran Yahudi ini membawa mitologi Golem, yaitu cerita rakyat tentang sosok penolong, pembela, dan penjaga yang memiliki kekuatan adi-manusia untuk melindungi Bani Israil. Konsepsi ini menjadi dasar penciptaan Superman. Bahkan, pemeran Superman terkini, David Corenswet, adalah seorang Yahudi dan memiliki konsepsi teologi Yahudi, sehingga ia dijuluki dengan sebutan “Jewish Superman”.
Nama asli Superman, Kal-El, dalam bahasa Ibrani memiliki makna “Anak Tuhan” (Son of God) atau “cahaya Tuhan”. Asal-usul Superman dari planet Krypton yang hancur dan diselamatkan ke bumi melalui kapsul, tidak berbeda dengan narasi biblikal Nabi Musa AS yang diselamatkan dari kekejaman Firaun dan membawa Bani Israil ke Tanah Perjanjian (The Promise Land). Ini menunjukkan bahwa Superman digambarkan sebagai penyelamat bagi manusia, terinspirasi dari kisah-kisah kenabian Bani Israil.
Superman sebagai Properti Amerika dan Hegemoni Kulit Putih
Sejak awal penerbitannya, komik Superman memperlihatkan bentuk perlawanan terhadap antisemitisme; mengidentifikasikan dirinya sebagai pahlawan bagi kepentingan Yahudi. Amerika sendiri disebut-sebut dibangun oleh orang-orang Yahudi dan merupakan negara representatif dari Freemason dunia.
Selama Perang Dunia Kedua (1939-1945), komik Superman secara terang-terangan memperlihatkan Superman ikut terlibat dalam perang, menangkap Adolf Hitler, dan menghancurkan kekuatan Nazi Jerman. Setelah Perang Dingin, Superman bahkan digambarkan menangkap Joseph Stalin, penguasa Soviet. Ini menunjukkan bagaimana komik Superman mewakili kepentingan Amerika dan para kreator Yahudinya.
Nilai-nilai yang diemban oleh Superman, yang diakui oleh para kreatornya, adalah “Truth, Justice, and the American Way”. Karakter superhero Amerika seperti Superman, Spiderman, dan Wonder Woman seringkali tampil dengan warna merah dan biru, identik dengan bendera Amerika, dan kerap digambarkan bertemu dengan Presiden Amerika di Gedung Putih. Nilai-nilai ini sejalan dengan ideologi kapitalisme liberalisme yang mengusung demokratisasi dan deklarasi hak asasi manusia, termasuk kebebasan dan keadilan sosial. Bahkan, dalam komik DC terbaru, Superman mendukung komunitas LGBTQ+, dengan putranya, Jonathan Kent, digambarkan biseksual dan homoseksual, yang disebut sebagai “DC Pride”.
Superman juga dirancang untuk menunjukkan “White Skin Supremacy” atau supremasi kulit putih. Tampilan pahlawan super harus berkulit putih, berbadan tegap, dan berotot, mencerminkan chauvinisme Amerika yang mengagungkan kulit pucat di atas semua warna kulit.
Kutukan Superman dan Pelajaran bagi Umat Muslim
Ironisnya, para kreator Superman, Jerry Siegel dan Joe Shuster, yang menjual karakter Superman dengan harga sangat murah ($130 pada tahun 1938, setara Rp2,8 juta hari ini), merasa dieksploitasi oleh penerbit DC Comics. Mereka pun mengutuk karakter Superman dan siapa pun yang memerankannya. Akibatnya, banyak aktor pemeran Superman dalam serial dan film mengalami nasib tragis:
- Kirk Alyn (pemeran Superman di sinetron) bangkrut dan depresi.
- George Reeves (pemeran Superman di sinetron) ditembak mati oleh penggemarnya yang menganggapnya kebal peluru.
- Christopher Reeve (pemeran Superman 1978-1987) lumpuh total setelah jatuh dari kuda.
- Margot Kidder (pemeran Lois Lane) mengalami kebangkrutan, depresi, dan akhirnya bunuh diri.
- Bahkan Muhammad Ali, yang tampil dalam komik Superman, di akhir hidupnya mengalami Parkinson.
Fenomena ini menunjukkan bahwa kita harus tetap kritis terhadap karakter-karakter superhero Amerika. Secara emosional dan sentimental, masyarakat dunia mungkin bersimpati dengan penggambaran film tersebut sebagai pembelaan terhadap kaum Muslim yang tertindas di Gaza. Namun, sebagai seorang Muslim yang beriman, kita tidak boleh mengedepankan sisi sentimental dan emosional semata.
Kita perlu memiliki sikap kritis dan kepedulian terhadap rekam jejak sejarah peradaban untuk membedakan antara yang haq dan yang batil, antara pengkhianat dan pejuang. Islam memiliki banyak contoh dan teladan pahlawan sejati dalam sejarah peradaban Islam selama 13 abad; dari Nabi Muhammad SAW, Khulafaur Rasyidin, hingga masa Kekhalifahan Islam, seperti Salahuddin Al-Ayyubi dan Muhammad Al-Fatih. Pahlawan-pahlawan ini layak dijadikan panutan dan inspirasi, karena sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak manfaatnya bagi manusia lain.
Oleh karena itu, meskipun banyak yang mempropagandakan bahwa Superman membela Gaza dan anti-Zionis, faktanya Superman adalah karakter superhero Amerika yang membawa nilai-nilai kapitalisme liberalisme dan hegemoni Amerika, serta merupakan hasil dari balas dendam dan kutukan para penciptanya.[]
Disarikan dari kajian dengan tema tersebut di NSTV: