
Kehadiran sound horeg di tengah masyarakat menuai pro dan kontra. Hingga Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur mengeluarkan keharaman sound horeg. MUI pusat pun mengkaji munculnya fatwa terhadap keberadaan sound horeg. Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam menjelaskan, kemunculan fatwa yang dikeluarkan MUI memiliki mekanisme dan pengkajian secara seksama. Hal tersebut ada perbincangan dengan berbagai pihak termasuk pelaku usaha hingga ahli kesehatan masyarakat.
Mengutip situs resmi MUI, fatwa itu dikeluarkan dalam Fatwa Nomor 1 Tahun 2025 tentang Penggunaan Sound Horeg. Terdapat 6 poin yang ditekankan MUI dalam fatwa tersebut. Dijelaskan, penggunaan sound horeg menimbulkan mudarat. Yaitu, kebisingan melebihi batas wajar dan berpotensi tabdzir dan idha’atul mal (menyia-nyiakan harta). Hal ini ditegaskan hukumnya haram secara mutlak.
Sound Horeg Membahayakan
Memang patut dipertanyakan, mengapa kehadiran sound horeg mendapat dukungan. Dari segi kesehatan adanya sound horeg bisa membahayakan gendang telinga, karena suaranya melebihi kapasitas yang seharusnya diperdengarkan. Tidak hanya merusak kesehatan, bahkan ada yang meninggal karena mendengarkan sound horeg.
Pertama, sound horeg bisa membuat meninggal. Dikonfirmasi dari detik.com (5-8-2025), seorang ibu muda bernama Anik Mutmainah (38) meninggal dunia saat menyaksikan karnaval sound horeg yang digelar sebagai bagian dari acara selamatan Agustusan Desa Selok Awar-awar, Kecamatan Pasirian, Lumajang, Jatim. Kedua, lonjakan penyakit THT. Dikutip dari beritasatu.com (7-8-2025), Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Haryoto Lumajang mencatat adanya peningkatan pasien dengan keluhan telinga, hidung, dan tenggorokan (THT) dalam beberapa bulan terakhir. Fenomena ini disebut berkaitan dengan maraknya pertunjukan sound horeg yang meramaikan musim karnaval di berbagai wilayah.
Dokter spesialis THT RSUD dr Haryoto, Aliyah Hidayati mengungkapkan, sebagian besar pasien datang dengan gejala gangguan pendengaran, seperti telinga berdenging. Menariknya, banyak dari mereka bukan penonton langsung, melainkan warga yang rumahnya hanya dilewati konvoi sound system bertenaga tinggi tersebut. Sebenarnya ini sudah menampakkan bahaya sound horeg.
Ketiga, sound horeg meresahkan warga karena merusak bangunan. Banyak warga yang mengeluh kaca bergetar hingga pecah, ganteng-ganteng berjatuhan, merusak kanopi, dan sebagainya. Keempat, karnaval sound horeg yang diiringi lagu-lagu yang tidak islami disertai perempuan cantik dan gemulai yang berjoget di belakang sound tersebut. Tentu kehadiran sound horeg menimbulkan banyak mudarat daripada manfaatnya.
Sayangnya, komplain dari masyarakat dan fatwa haram dari MUI belum mendapatkan respons cepat dari pemerintah. Emil Elestianto Dardak Wakil Gubernur Jawa Timur (7-8-2025) menyatakan, regulasi atau Surat Edaran (SE) terkait penggunaan sound horeg akan segera diteken dan diumumkan. Pemerintah masih belum mengeluarkan keputusan tegas terkait pelarangan sound horeg dan budaya hedon yang dibawanya.
Pandangan Islam atas Fenomena Sound Horeg
Dalam Islam telah jelas larangan untuk tidak membahayakan orang lain. Keberadaan sound horeg atau sound system dengan suara yang tinggi dilarang karena membahayakan publik.
عَنْ أَبِـيْ سَعِيْدٍ سَعْدِ بْنِ مَالِكِ بْنِ سِنَانٍ الْـخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّـى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ
Dari Abu Sa’id Sa’ad bin Malik bin Sinan Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak boleh ada bahaya dan membahayakan orang lain.” (Hadits hasan, HR. Ibnu Majah, No. 2340)
Dalam riwayat al-Hâkim dan al-Baihaqi ada tambahan,
َمَنْ ضَارَّ ضَرَّهُ اللهُ وَمَنْ شَاقَّ شَقَّ اللهُ عَلَيْه
“Barang siapa membahayakan orang lain, maka Allâh akan membalas bahaya kepadanya dan barang siapa menyusahkan atau menyulitkan orang lain, maka Allâh akan menyulitkannya.”
Kejelasan larangan membahayakan orang lain seharusnya mendorong pemerintah untuk bersegera menertibkan keberadaan sound horeg. Apabila tidak segera ditertibkan, maka akan timbul mudarat yang lebih besar lagi. Di sini, keseriusan pemerintah dipertanyakan. Bagaimana bisa dikatakan serius mengurus rakyat, jika mendisiplinkan sound horeg saja tidak sanggup?
Ketidaksiapan pemerintah mendisiplinkan sound horeg bisa jadi karena kondisi sistem dan aturan yang diterapkan di negeri ini adalah aturan dan hukum sekuler. Jika yang diterapkan adalah aturan yang diturunkan Allah Swt., maka dengan sigap adanya sound horeg dilarang karena tampak jelas membahayakan kesehatan dan merusak. Sudah saatnya negara berbenah, menuturkan dan mengatur kehidupan bernegara dengan hukum yang berlandaskan akidah Islam.[] Ika Mawarningtyas