
Pada Mei 2025, masyarakat Indonesia dikejutkan dengan temuan grup Facebook bernama Fantasi Sedarah yang memuat konten inses dan pornografi anak. Grup tersebut dibuat sejak Agustus 2024 dan sudah mengumpulkan lebih dari 32.000 anggota sebelum akhirnya diblokir oleh Meta. Kasus ini menjadi pengingat penting bagi kita semua tentang bahaya laten di dunia digital yang bisa digunakan untuk hal-hal negatif sehingga harus selalu diawasi negara.
Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri dan Polda Metro Jaya menangkap enam tersangka utama, termasuk pembuat dan admin grup. Namun, apakah masalah inses benar-benar sudah tuntas? Ataukah mungkin masih banyak predator anak yang masih bebas berkeliaran? Apakah keamanan anak-anak kita bisa terjamin?
Fenomena inses harus diselesaikan tuntas sampai akarnya dan harus ada pencegahan agar tidak terulang kembali. Untuk menyelesaikan persoalan inses tersebut, harus diketahui penyebabnya terlebih dahulu.
Ada beberapa faktor penyebab inses, termasuk zina atau kekerasan seksual. Pertama, saat ini kita lihat banyak orang membuka aurat, baik di dunia nyata atau pun di dunia maya, dengan berbagai alasan seperti demi atensi sosial, mengikuti tren, atau untuk mendapatkan cuan. Masyarakat dan netizen seperti menormalisasi membuka aurat. Padahal membuka aurat hukumnya haram dan bisa mengundang fitnah.
Kedua, masifnya propaganda menormalisasi pacaran, khalwat (sengaja berduaan antarlawan jenis, red.), dan ikhtilat (campur baur antarjenis dalam berinteraksi, red.) di tengah masyarakat, melalui tayangan media, tokoh masyarakat, publik figur, atau pun ulama-ulama su’ (jahat, karena ilmunya justru mendorong keburukan terjadi, red.) yang membuat orang-orang menganggap pacaran boleh dan normal. Masyarakat pun kurang optimal melakukan amar makruf nahi munkar. Hal ini bisa menjerumuskan orang-orang ke dalam jurang pergaulan bebas dan zina.
Ketiga, sistem pendidikan kapitalisme sekulerisme menjauhkan kaum Muslim dari pemahaman Islam yang sebenarnya. Pemahaman Islam yang kurang menyebabkan lemahnya iman dan salah dalam berpikir serta berperilaku. Hal ini karena sistem kapitalisme sekulerisme membuat muslimin merasa cukup saleh/shaliha hanya dengan ibadah-ibadah mahdhah saja, seperti shalat, puasa, zakat, dan haji. Dalam ranah publik aturan Islam tidak boleh diterapkan. Lemahnya pemahaman Islam membuat keluarga saling menyakiti. Orangtua yang seharusnya melindungi malah menjadi pemangsa. Rumah seperti neraka. Anak yang menjadi korban tumbuh dengan luka dan trauma.
Keempat, sistem sanksi yang tidak memberikan efek jera. Kasus kekerasan seksual sudah sering terjadi dan terus berulang. Ini bukti gagalnya sistem sanksi kapitalisme liberalisme dalam melindungi masyarakat, khususnya anak-anak dan perempuan.
Dari beberapa faktor penyebab kekerasan seksual di atas, solusi penyelesaiannya adalah dengan; (1) Menerapkan aturan wajib menutup aurat, (2) Larangan khalwat dan ikhtilat, (3) Menghilangkan dan mencegah konten negatif di media, (4) Sistem sanksi yang tegas dan menjerakan, (5) Pendidikan Islam kaffah bagi seluruh masyarakat, serta (6) Sistem ekonomi yang menjamin kesejahteraan yang meminimalisir stresnya orang sehingga melakukan hal-hal aneh dan melanggar. Namun, solusi ini hanya bisa diterapkan dalam sistem pemerintahan Islam kaffah, yang mengikuti metode Rasulullah Muhammad SAW.
Fenomena inses dan kekerasan seksual yang terus terjadi membuat kehidupan semakin mencekam. Umat harus bangkit untuk mengubah kondisi gelap ini menjadi terang benderang dengan Islam. Solusi penerapan sistem Islam kaffah harus diterapkan sekarang juga, sebelum semakin bertambah korban dan Allah timpakan bencana. Wallaahu a’lam bisshawab.[] Meri Mulyani