
Meneladani Kehidupan Rumah Tangga Rasulullah SAW: Kunci Harmonis di Tengah Krisis Keluarga Modern
Di tengah maraknya berita tentang krisis dalam rumah tangga—mulai dari kekerasan, perceraian, hingga kasus filisida (ibu membunuh anak)—umat Islam diajak untuk kembali merujuk pada teladan terbaik, yaitu kehidupan keluarga Nabi Muhammad SAW. Berbagai permasalahan sosial yang berakar dari tekanan ekonomi, kesalahpahaman, hingga lemahnya pemahaman agama menunjukkan betapa pentingnya membangun fondasi keluarga yang kokoh sesuai tuntunan syariat.
Kehidupan rumah tangga Rasulullah SAW bukanlah sekadar catatan sejarah, melainkan panduan hidup yang relevan sepanjang masa. Allah SWT secara tegas memerintahkan umat Islam untuk menjadikan Rasulullah sebagai uswatun hasanah atau teladan terbaik dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam kehidupan berkeluarga. Perintah ini tertuang jelas dalam Al-Qur’an, seperti dalam Surat Al-Ahzab ayat 21 dan Surat Al-Hasyr ayat 7, yang mewajibkan kita untuk mengambil apa yang dicontohkan Rasul dan meninggalkan apa yang dilarangnya.
Lalu, bagaimana potret kehidupan rumah tangga Rasulullah yang dapat kita teladani?
Pernikahan adalah Persahabatan yang Menenangkan
Dasar utama dari pernikahan Rasulullah adalah persahabatan yang sempurna antara suami dan istri. Interaksi beliau dengan istri-istrinya dibangun di atas prinsip ta’awun (tolong-menolong) dan saling menopang. Hubungan ini tidak kaku layaknya majikan dan bawahan, melainkan penuh kehangatan dan diskusi.
Rasulullah mengajarkan bahwa istri adalah amanah dari Allah yang harus dijaga. Dengan menjadikan pernikahan sebagai persahabatan, suasana rumah tangga akan dipenuhi ketenangan, ketenteraman, dan kebahagiaan sejati.
Pergaulan yang Makruf dan Penuh Kasih Sayang
Rasulullah SAW senantiasa bergaul secara makruf (baik) dengan seluruh anggota keluarganya. Hal ini mencakup pemenuhan hak-hak istri seperti nafkah, tidak bermuka masam, dan tidak menunjukkan kecenderungan pada wanita lain. Dalam sebuah hadits, beliau menjelaskan hak istri atas suaminya: “Engkau memberinya makan jika engkau makan dan engkau memberikannya pakaian jika engkau berpakaian. Janganlah memukulnya pada wajah, jangan mencaci maki, dan jangan menjauhinya melainkan di dalam rumah.”
Beliau juga merupakan sosok penyayang yang ramah kepada anak-anak dan cucu-cucunya. Ketika seorang sahabat mengaku tidak pernah mencium anak-anaknya, Rasulullah menasihatinya, “Siapa yang tidak sayang, maka tidak disayang.”
Mendidik dan Membimbing Keluarga di Jalan Syariat
Sebagai kepala keluarga, Rasulullah SAW tidak pernah lalai dalam mendidik dan membimbing istri-istrinya untuk senantiasa taat pada syariat. Beliau, misalnya, selalu membangunkan istrinya untuk salat malam bersama.
Beliau juga berpesan kepada para suami untuk mengajarkan ilmu agama kepada keluarga mereka. Hal ini tercermin dari pesan beliau kepada Malik bin Huwairits: “Kembalilah ke istrimu, tinggallah di tengah-tengah mereka, ajarkanlah mereka, dan perintahkanlah kepada mereka.”
Berdiskusi dan Menghargai Pendapat Istri
Salah satu teladan luar biasa dari Rasulullah adalah kebiasaan beliau berdiskusi dan meminta pendapat istri, bahkan dalam urusan yang sangat penting. Contoh paling terkenal adalah saat Perjanjian Hudaibiyah, sebuah peristiwa berat yang membuat para sahabat enggan mematuhi perintah Rasulullah untuk menyembelih kurban dan bercukur.
Dalam situasi genting itu, Rasulullah meminta saran dari istrinya, Ummu Salamah RA. Atas saran Ummu Salamah, beliau melaksanakan ritual tersebut terlebih dahulu tanpa berbicara kepada siapa pun. Melihat itu, para sahabat pun segera mengikuti jejak beliau. Ini menunjukkan betapa Rasulullah menempatkan istrinya pada posisi yang mulia.
Lembut, Penuh Canda, dan Membantu Pekerjaan Rumah Tangga
Jauh dari kesan kaku, rumah tangga Rasulullah dipenuhi kelembutan dan senda gurau. Beliau memiliki panggilan sayang untuk istri-istrinya, seperti “Humaira” (wanita yang pipinya kemerahan) untuk Aisyah RA. Beliau juga terbiasa berbincang santai dengan keluarganya setelah salat Isya.
Lebih dari itu, Rasulullah tidak segan membantu pekerjaan rumah tangga. Saat ditanya mengenai aktivitas Nabi di rumah, Aisyah RA menjawab, “Dahulu Nabi biasa membantu pekerjaan rumah keluarganya.” (HR. Bukhari)
Tindakan tersebut sama sekali tidak merendahkan martabat seorang suami, justru menunjukkan kasih sayang dan kerja sama dalam keluarga.
Tantangan Hari Ini dan Solusi Islam
Potret ideal keluarga Rasulullah terasa kontras dengan realitas saat ini, di mana banyak keluarga Muslim mengalami krisis. Fenomena istri menjadi tulang punggung keluarga secara permanen, suami malas bekerja, hingga generasi muda yang takut atau menunda menikah (childfree) adalah imbas dari tidak diterapkannya sistem Islam secara menyeluruh. Sistem kapitalisme sekuler saat ini telah menimbulkan himpitan ekonomi dan mengikis nilai-nilai fitrah manusia.
Oleh karena itu, solusi mendasar tidak cukup hanya dengan perbaikan individu, tetapi juga membutuhkan penerapan sistem Islam secara kaffah (menyeluruh). Sistem inilah yang akan menciptakan lingkungan kondusif bagi setiap keluarga untuk dapat menjalankan aturan Allah dengan sempurna.
Dengan meneladani Rasulullah SAW dalam berkeluarga dan memperjuangkan tegaknya aturan Islam, diharapkan setiap keluarga Muslim dapat meraih kebahagiaan hakiki, yaitu keluarga yang sakinah, mawadah, warahmah.[]
Disarikan dari kajian dengan tema tersebut di NSTV: