
Oleh: Lulu Nugroho
Warga dan aktivis ramai-ramai melakukan aksi transfer uang ke rekening kas milik Pemerintah Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, sebagai bentuk sindiran terhadap buruknya pengelolaan keuangan daerah. Besarannya beragam, ada yang Rp5000 hingga Rp10.000. Uniknya, bukti transfer disertai pesan: “Bantu-bantu saja ya,” atau “Buat ningkatin PAD, sama kali buat nambah-nambah bayar tunjangan perumahan,” mereka unggah di media sosial.
Aksi urunan ini juga bentuk respons terhadap persetujuan DPRD Kabupaten Bekasi atas proyeksi penurunan pendapatan daerah yang tertuang dalam dokumen pengesahan APBD Perubahan 2025 pada akhir September kemarin. (Liputan6, 3-10-2025)
Pembiayaan daerah bisa berasal dari pemerintah pusat (via transfer) maupun dari daerah sendiri melalui APBD. Daerah yang PAD-nya kecil lebih banyak mengandalkan dana transfer pusat. Transfer dari pusat memang bertujuan membantu daerah yang tidak memiliki kapasitas fiskal yang sama. Sedangkan PAD sendiri didapat dari pajak daerah, retribusi, pinjaman daerah, penjualam aset, sisa anggaran dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.
Pengelolaan yang tidak tepat sasaran dan tak menggunakan skala prioritas ini menunjukkan bahwa asas pengelolaan keuangan hanya bergantung pada kepentingan pemerintah bukan rakyat.
Solusi Islam
Dalam Islam pengelolaan anggaran wajib berdasarkan syariat dengan orientasi kemaslahatan umat. Dalam Kitab Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah Jilid 2 halaman 163 Syaik Taqiyyuddin An Nabhani menyampaikan bahwa, “Asy-Syari’ mewajibkan penguasa untuk memerintah dengan kitab Allah dan Sunah Rasul-Nya serta melarangnya untuk mengambil aturan dari selain Islam.”
Dalam Islam, semua dana terkonsentrasi di Baitulmal, lalu dialokasikan ke daerah sesuai kebutuhan, melalui satu sistem fiskal yang adil dan menyeluruh.
Konsep desentralisasi fiskal seperti otonomi daerah sekarang, tidak ada dalam sistem ekonomi Islam. Sebab semua pendapatan masuk ke Baitulmal (kas negara), yang pengelolaannya terpusat. Akan tetapi pembiayaan daerah tetap mendapat perhatian. Adapun sumber pemasukan tetap Baitul Mal: kharaj, jizyah, usyur, zakat, ghanimah, fa’i, khumus, milkiyah am.
Maka daerah yang memiliki hasil bumi, tambang, atau potensi ekonomi, hasil pengelolaannya dimasukkan ke Baitulmal. Namun, jika daerah kekurangan dana untuk kebutuhan umat (misalnya pembangunan jalan, sekolah, rumah sakit), maka negara pun akan memberi bantuan. Jadi tidak ada ketimpangan antar daerah sebagaimana di sistem sekarang. Karena distribusi ditentukan oleh kebutuhan, bukan oleh besar kecilnya PAD.
Prinsip Islam, negara adalah penjamin kebutuhan rakyat per individu, bukan hanya per daerah. Maka setiap individu dipastikan terjamin haknya.
Rasulullah ﷺ bersabda, “Imam (khalifah) adalah pemelihara urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipeliharanya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Kembali kepada Islam adalah sebaik-baik jalan yang harus ditempuh. Maka sindiran untuk memperbaiki kondisi umat, tentu bukanlah langkah perubahan. Perlu aktivitas muhasabah lil hukam, melalui dakwah kepada penguasa, agar mereka memahami bahwasanya Islam memiliki solusi hakiki bagi pembiayaan daerah. Allahumma ahyanaa bil Islam.[]