
Risalah Rasulullah ﷺ: Rahmat Universal bagi Jin dan Manusia
Sebuah risalah yang tak akan lekang oleh zaman, menjadi inspirasi peradaban umat manusia dan jin dari masa ke masa. Itulah esensi dari ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad ﷺ, sebuah risalah yang ditegaskan Al-Qur’an sebagai rahmat bagi seluruh alam semesta.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an:
“Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.”
Ayat ini, menurut perspektif ilmu balaghah, menggunakan uslub al-qashr (metode pengkhususan), yang memberikan penekanan kuat bahwa risalah Nabi Muhammad ﷺ secara eksklusif adalah rahmat. Syekh Nawawi Al-Bantani dalam tafsirnya menjelaskan bahwa diutusnya Nabi Muhammad ﷺ dengan seluruh aturan syariat adalah semata-mata untuk mewujudkan rahmat Allah bagi alam semesta, baik dalam urusan agama (dunia) maupun duniawi (akhirat).
Rahmat ini bersifat universal, tidak hanya untuk sebagian kaum, tetapi untuk seluruh alam (lil ‘aalamiin), yang mencakup bangsa manusia, jin, bahkan seluruh makhluk seperti hewan.
Wujud Kerahmatan Islam dalam Syariat
Seringkali, sebagian pihak keliru memandang syariat Islam—seperti qishash, hudud, dan jihad—sebagai sesuatu yang kejam atau bertentangan dengan hak asasi manusia (HAM). Padahal, klaim ini bertentangan secara pasti (qath’i) dengan nas Al-Qur’an yang menegaskan sifat rahmat dari risalah ini.
Justru, setiap detail syariat Islam adalah bentuk kasih sayang Allah:
- Syariat Qishash sebagai Jaminan Kehidupan: Al-Qur’an menyatakan, “Dan dalam qishash itu ada (jaminan) kehidupan bagimu, wahai orang-orang yang berakal.” Hukuman mati bagi pembunuh ini menjadi penebus dosa bagi pelaku (jawabir) sekaligus memberikan efek jera (zawajir) yang melindungi kehidupan masyarakat luas dari kejahatan pembunuhan.
- Pengharaman Riba: Larangan riba, termasuk yang dipraktikkan dalam pinjaman online (pinjol) ribawi, adalah wujud rahmat Islam untuk melindungi manusia dari jeratan ekonomi yang merusak.
- Jihad dan Daulah Islamiyyah: Aktivitas dakwah, jihad, dan penegakan Daulah Islamiyyah (Negara Islam) yang dicontohkan Rasulullah ﷺ adalah bagian dari risalah yang membawa kemudahan dan kemaslahatan hakiki. Sistem kekhilafahan yang diwariskan Rasulullah ﷺ adalah perisai (junnah) bagi umat, yang melindungi mereka dari berbagai ancaman dan kezaliman.
Sebaliknya, ketika manusia berpaling dari syariat Islam, yang terjadi adalah kesulitan dan kehidupan yang sempit (ma’isyatan dhanka). Realitas dunia saat ini, yang dipenuhi dengan kejahatan, penindasan seperti genosida di Palestina, dan berbagai krisis, adalah bukti nyata dari dampak buruk ketika dunia tidak dipimpin oleh syariat Islam yang rahmatan lil ‘aalamiin.
Risalah yang Menjangkau Bangsa Jin
Keagungan risalah Rasulullah ﷺ tidak terbatas pada manusia. Jumhur ulama sepakat bahwa Nabi Muhammad ﷺ juga diutus bagi bangsa jin, dan tidak ada rasul dari kalangan jin itu sendiri. Bangsa jin, sebagaimana manusia, adalah mukallaf, yaitu makhluk yang dibebani kewajiban untuk menjalankan syariat Islam.
Hal ini terbukti dalam peristiwa di Wadi Nakhlah setelah Rasulullah ﷺ kembali dari Thaif. Sekelompok jin (disebutkan berjumlah tujuh) dari Nasibin mendengar bacaan Al-Qur’an Rasulullah ﷺ saat beliau salat malam. Mereka pun beriman dan segera kembali kepada kaumnya untuk menjadi pemberi peringatan dan pendakwah. Peristiwa ini diabadikan dalam Al-Qur’an, Surah Al-Ahqaf ayat 29-30.
Keimanan bangsa jin ini menjadi penghibur dan peneguh hati Rasulullah ﷺ setelah mendapat penolakan keras dari penduduk Thaif. Ini menjadi bukti bahwa jika pun manusia menolak risalahnya, Allah akan mengirimkan makhluk lain dari kalangan jin dan malaikat untuk mendukung dakwah beliau. Peristiwa ini juga menjadi sindiran bagi manusia: jika bangsa jin saja bisa menerima kebenaran, mengapa manusia dari jenis yang sama dengan Rasulullah ﷺ justru menyakiti beliau?
Transformasi Individu dan Masyarakat
Salah satu bukti terbesar kerahmatan Islam adalah kemampuannya mengubah individu dan peradaban secara drastis. Bangsa Arab yang pada masa jahiliah dikenal pengecut—bahkan lari ke perbukitan saat pasukan Abrahah menyerang Ka’bah—berubah menjadi generasi pemberani yang menggetarkan kekaisaran adidaya seperti Romawi dan Persia.
Nabi Muhammad ﷺ bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak mengutusku menjadi orang yang menyulitkan… akan tetapi Dia mengutusku sebagai seorang pendidik yang memudahkan (mu’alliman muyassiran).”
Kemudahan (taysir) ini terwujud justru saat syariat Islam dijalankan secara kaffah (menyeluruh), bukan dengan meninggalkannya. Penerapan syariat inilah yang melahirkan sahabat-sahabat mulia seperti Rib’i bin Amir yang dengan gagah berani menyampaikan esensi Islam di hadapan panglima Persia, atau Al-Miqdad bin Al-Aswad yang kualitasnya dianggap setara dengan seribu prajurit.
Panggilan untuk Kembali kepada Kemuliaan Islam
Umar bin al-Khattab radhiyallahu ‘anhu pernah berkata, “Kami adalah kaum yang Allah muliakan dengan Islam. Jika kami mencari kemuliaan dengan selain Islam, maka Allah akan menghinakan kami.”
Jika hari ini umat Islam berada dalam kondisi terhina atau terpuruk, itu adalah peringatan bahwa ada bagian dari ajaran Islam yang belum diamalkan. Upaya memecah belah Islam dengan label seperti “Islam moderat”, “Islam liberal”, atau “Islam nusantara” sejatinya adalah strategi musuh untuk menjauhkan umat dari ajaran Islam yang murni, terutama dari konsep jihad dan khilafah.
Oleh karena itu, satu-satunya jalan untuk meraih kembali kemuliaan (izzah) adalah dengan berpegang teguh pada risalah Rasulullah ﷺ secara utuh, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh generasi terbaik umat ini. Risalah ini adalah sumber kebaikan, kemudahan, dan rahmat sejati bagi dunia dan akhirat.[]
Disarikan dari kajian dengan tema tersebut di NSTV: