
Waspada Penyimpangan dan Kompromi: Menjaga Kemurnian Jalan Dakwah Ideologis
Dalam perjalanan dakwah, konsistensi atau keistiqamahan merupakan salah satu tantangan terberat. Sebuah jemaah dakwah yang memegang teguh prinsip-prinsip ideologisnya pasti akan menghadapi berbagai ujian yang berusaha mencabutnya dari akarnya. Ujian ini bisa datang dari tekanan eksternal, seperti penguasa, maupun dari kerapuhan internal para pengembannya. Oleh karena itu, penting bagi setiap aktivis dakwah untuk senantiasa waspada terhadap bahaya penyimpangan dan kompromi.
Tantangan Internal dan Eksternal di Jalan Dakwah
Sebuah jemaah dakwah yang ideologis akan selalu berhadapan dengan dua jenis tantangan utama:
- Tantangan Eksternal dari Penguasa: Penguasa dan sistem yang ada cenderung akan menghadapi jemaah ideologis dengan cara yang berbeda dibandingkan dengan gerakan lain. Gerakan yang hanya berfokus pada isu-isu parsial (pendidikan, ekonomi, akhlak) sering kali tidak berbenturan langsung dengan sistem, bahkan terkadang difungsikan sebagai “pemadam kebakaran” atau tameng untuk menutupi kelemahan sistem. Sebaliknya, jemaah ideologis yang menawarkan perubahan mendasar dan menolak solusi tambal sulam akan dianggap sebagai ancaman. Semakin konsisten jemaah tersebut, semakin keras pula perlawanan yang akan dihadapinya. Perlawanan ini bisa menyasar tiga titik, yaitu: pemikiran (ide), tubuh jemaah (organisasi), dan para pengembannya (individu).
- Tantangan Internal dari Para Aktivisnya: Tekanan eksternal yang berat dapat menimbulkan kerapuhan di dalam tubuh jemaah. Para aktivis yang merasa tertekan, terasingkan, atau ketika kepentingan pribadinya (karir, bisnis, keluarga) berbenturan dengan kepentingan dakwah, bisa mulai goyah. Mereka mungkin akan mendorong jemaah untuk berkompromi, misalnya dengan mengubah tuntutan dari perubahan total (taghyiriyah) menjadi perjuangan perbaikan parsial (islahiyah). Situasi ini menempatkan jemaah dalam posisi sulit, menghadapi “buah simalakama” antara tekanan dari luar dan kerapuhan dari dalam.
Jebakan Kompromi: Dari Tawaran Menggiurkan hingga Ancaman
Penguasa sering kali menggunakan dua pendekatan untuk melemahkan jemaah dakwah:
- Soft Approach (Pendekatan Lunak): Berupa tawaran menggiurkan (carrot) seperti jabatan, bantuan keuangan, atau kekuasaan.
- Hard Approach (Pendekatan Keras): Berupa ancaman (stick) seperti kriminalisasi, pemenjaraan, hingga siksaan.
Jika jemaah tidak mampu menghadapi tekanan ini, proses tawar-menawar dan kompromi pun dimulai. Ketika sebuah jemaah menerima kompromi atau kebenaran parsial, ia sebenarnya telah kehilangan satu-satunya kekuatan yang dimilikinya, yaitu ideologinya. Akibatnya, jemaah tersebut akan kehilangan sifat istimewanya, tidak lagi menarik perhatian umat, dan akhirnya tersungkur dalam pertarungan pemikiran. Lebih buruk lagi, jemaah tersebut justru bisa beralih fungsi menjadi penghalang bagi perubahan hakiki yang didakwahkan oleh jemaah lain yang masih konsisten.
Kunci Istiqamah: Kembali pada Kekuatan Akidah dan Pemikiran Jernih
Untuk selamat dari berbagai gejolak ini, ada beberapa hal fundamental yang harus dimiliki oleh jemaah dan para pengembannya:
- Terikat Kuat pada Mabda (Ideologi): Jemaah harus memiliki dasar-dasar pemikiran yang baku dan metode berpikir yang jelas, yang bersumber dari akidah Islam. Hal ini akan menjadi benteng yang menghalangi segala bentuk takwil dan justifikasi pribadi yang menyimpang.
- Kekuatan Akidah dan Kesabaran: Jalan dakwah yang sulit ini hanya mampu ditempuh oleh orang-orang beriman yang memiliki akidah kokoh dan semangat (‘azam) yang kuat. Ujian dan fitnah yang dihadapi dengan kesabaran justru akan semakin menyucikan mereka, layaknya api yang membersihkan emas dari kotoran.
- Mengutamakan Kepentingan Dakwah: Ketika terjadi benturan antara kepentingan pribadi dan kepentingan dakwah, seorang aktivis harus memahami mana yang harus didahulukan. Kepentingan dakwah harus dimenangkan karena dampaknya menyangkut umat secara luas.
- Menjaga “Kesuburan Tanah Hati”: Ide-ide Islam yang luhur diibaratkan sebagai bibit unggul. Bibit ini hanya akan tumbuh subur di “tanah” yang subur pula, yaitu jiwa yang gembur karena dirawat dengan ibadah seperti shalat malam, puasa, tilawah Al-Qur’an, zikir, dan berkumpul dengan orang-orang saleh.
***
Pada akhirnya, jalan dakwah menuntut kita untuk senantiasa waspada. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surah Al-Maidah ayat 49: “…dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu.”
Dengan menjaga kemurnian pemikiran, bersabar dalam menghadapi ujian, dan terus berjalan di atas jalan yang hak, sebuah jemaah akan mampu mempersiapkan umat untuk menyambut kembalinya kehidupan Islam.[]
Disarikan dari kajian dengan tema tersebut di NSTV: