
Kasus artis hamil di luar nikah yang diundang podcast menuai pro dan kontra. Secara tidak langsung memang ini bentuk pemberian panggung kepada mereka yang berzina. Tetapi anehnya, mengapa hal ini mendapatkan simpati publik? Publik seolah-olah terbawa arus untuk mendukung dan membela artis perempuan yang hamil di luar nikah tersebut. Publik tiba-tiba dibuat kasihan karena yang laki-laki tidak mau bertanggung jawab atas kehamilan si artis tersebut, sampai muncul gagasan women support women. Padahal, jika ditelusuri keduanya salah. Mengapa harus berzina sebelum menikah? Walhasil ketika beneran hamil dan si laki-laki tidak mau tanggung jawab baru nangis.
Women Support Women
Gagasan women support women yang sempat naik ketika artis hamil di luar nikah adalah bentuk kampanye yang pernah digaungkan para feminis untuk saling dukung demi memperjuangkan kesetaraan gender. Gerakan tersebut mengajak perempuan bersatu menyuarakan kebebasannya dan menuntut kesetaraan gender. Padahal di dalam Islam laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan sama terkait iman dan ketakwaan. Namun, terkait qowwam (kepemimpinan) hanya diberikan kepada laki-laki.
Sebenarnya soal dukungan atau saling dukung boleh, hanya saja dalam kebaikan. Ketika ada teman atau saudara melakukan hal yang melanggar syariat, sebagai teman seharusnya mengingatkan dengan melakukan amar makruf nahi mungkar. Bukan malah mendukung kemaksiatan yang dilakukan. Walaupun tidak melakukan kemaksiatan atau kemungkaran, dukungan terhadap maksiat atau kemungkaran membuat dosanya ikut mengalir kepada para pendukungnya. Sebaliknya jika mendukung kebaikan dan kemakrufan, pahala kebaikan juga ikut mengalir kepada mereka yang mendukungnya.
Gagasan women support women yang digaungkan feminis untuk mendukung ide-ide feminisme tidak dibenarkan di dalam Islam, karena feminisme sendiri bertentangan dengan Islam. Islam memuliakan dan menjaga kehormatan perempuan. Berbeda dengan feminisme yang mengeksploitasi perempuan dengan menggaungkan kebebasan, hingga mereka melanggar fitrahnya. Sebagai contoh, perempuan tidak mau hamil ingin bekerja sama seperti laki-laki. Sekalipun bekerja boleh bagi perempuan, tetapi mereka ada yang menolak hamil. Padahal fitrahnya perempuan adalah hamil dan melahirkan keturunan.
Keadilan
Ketika ada laki-laki dan perempuan terbukti berzina padahal mereka belum menikah, keadilan yang dapat diterima untuk pezina adalah hukum cambuk 100 kali. Begitu pun pelaku zina yang sudah menikah, keadilan pelaku zina yang sudah menikah adalah dirajam, yakni dikubur setengah badan di alun-alun kota dan dilempari batu sampai meninggal. Dalam Islam begitulah hukuman bagi para pezina. Jalan kenikmatan yang sudah ditetapkan Allah Swt. adalah dengan jalur pernikahan. Wanita dan laki-laki boleh melakukan hubungan intim hanya dalam bingkai pernikahan. Laki-laki sebagai pemimpin memiliki tanggung jawab menyejahterakan istrinya. Begitu pun istrinya punya kewajiban melayani suaminya.
Islam mengatur pemenuhan naluri seksual (ghariza nau’) yang dimiliki setiap manusia. Pemenuhan naluri tersebut tidak dengan jalur kebebasan, tapi dengan taat sesuai syariat. Sehingga ketika manusia memenuhi kebutuhannya dalam bingkai pernikahan, maka hal tersebut dinilai sebagai bentuk ibadah. Berbeda dengan mereka yang free sex, mereka melakukan kemaksiatan yang selayaknya mendapatkan hukuman.
Perzinaan dalam Islam adalah bentuk kejahatan bukan bentuk kebebasan. Perzinaan mengacaukan nasab dan merendahkan derajat manusia. Hewan berzina wajar, mereka tidak punya akal. Anehnya, manusia punya akal dan bisa berpikir untuk mengendalikan nafsunya, mengapa harus berlaku seperti hewan? Inilah mengapa larangan zina adalah bentuk penjagaan Islam terhadap kemuliaan dan kehormatan manusia yang harus ditaati bagi mereka yang beriman.[] Ika Mawarningtyas