
NgajiShubuh.or.id — Baru-baru ini, jagat maya diramaikan dengan polemik seputar uang belanja, dipicu oleh konten viral yang menyebutkan bahwa uang Rp10.000 per hari dapat mencukupi jika berada di tangan istri yang tepat. Ungkapan ini memicu respons pro dan kontra yang luar biasa, meskipun mayoritas tanggapan cenderung sinis; menganggap narasi tersebut menyesatkan dan mengemas kurangnya tanggung jawab suami dalam bentuk romantika. Polemik ini menyoroti kenyataan bahwa di tengah sistem sekuler kapitalisme saat ini, biaya hidup yang tinggi membuat uang Rp10.000 sulit mencukupi, bahkan untuk kebutuhan lauk pauk sehari.
Melihat kondisi ekonomi yang faktanya makin lama makin sulit, uang sepuluh ribu tersebut tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan harian keluarga. Paling banter untuk jajan saja. Mengapa? Karena tuntutan kehidupan di sistem hari ini memaksa untuk membebani masyarakat dengan beban yang beranekaragam. Pertama, tuntutan pendidikan. Pendidikan di sistem sekuler saat ini harus merogoh uang sendiri. Selain itu, untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas berbanding lurus dengan biaya pendidikan. Kedua, tuntutan kesehatan. Kesehatan maupun pendidikan dalam sistem kapitalisme hari ini dikapitalisasi dan diswastanisasi, sehingga biaya mendapatkan fasilitas kesehatan yang layak harus ditunjang dengan biaya yang sangat mahal.
Ketiga, soal sandang, pangan, dan papan. Tidak ada jaminan dari negara untuk menjamin pemenuhan kebutuhan tersebut yang murah dan bisa dijangkau seluruh lapisan masyarakat. Sebagaimana soal pangan, tidak ada jaminan pemenuhan pangan yang halal dan tayib, masyarakat dibiarkan memilih antara pangan yang halal maupun haram, bahkan yang tidak tayib pun juga beredar bebas. Belum lagi stabilitas harga pangan juga tidak bisa dijamin negara dengan baik. Justru negara menyerahkan harga pangan pada mekanisme pasar yang cenderung terjadi manipulasi harga dengan sistem langka dan sebagainya. Terkait masalah papan pun juga demikian, pemerintah telah membiarkan aktivitas riba dalam memenuhi kebutuhan papan (tempat tinggal). Akibatnya banyak masyarakat terjerat utang riba hanya karena ingin mendapatkan tempat tinggal yang layak.
Di sinilah pentingnya membahas uang sepuluh ribu di sistem yang tepat. Uang sepuluh ribu di tangan istri mana pun akan selalu kurang. Namun, jika berada di sistem yang tepat maka akan cukup. Sebagai contoh, uang sepuluh ribu untuk hidup di sistem sekuler kapitalisme hari ini tidak akan cukup di tangan istri mana pun, tapi jika berada di sistem Islam yang diterapkan di seluruh aspek kehidupan, maka akan cukup dan tepat. Dalam sistem pemerintahan Islam, negara Islam (Khilafah) menjamin terpenuhinya kebutuhan pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara murah, bahkan gratis. Tujuan akses murah dan mudah ini adalah agar kesehatan, pendidikan, dan keamanan, dapat dijangkau semua kalangan masyarakat. Selain itu, edukasi negara agar masyarakat hidup tertuju kepada Islam juga senantiasa dijaga negara dengan segala perangkatnya.
Dalam pemenuhan sandang, pangan, dan papan, negara tampil di garda paling depan untuk mengawasi warganya. Apakah semua warga sudah mendapatkan akses mendapatkan kebutuhan pokok tersebut? Apabila ada yang kesulitan pemerintah dalam Islam akan berupaya sekuat tenaga untuk membantu terpenuhinya kebutuhan pokok tersebut. Dalam Islam, kepala keluarga sebagai pencari nafkah utama diciptakan negara agar mereka bisa memenuhi kebutuhan pokok dengan penyediaan lapangan kerja yang cukup untuk mereka dapatkan sesuai kompetensi yang mereka miliki. Selain itu, jaminan akses murah dan gratis untuk pendidikan, kesehatan, dan keamanan memudahkan masyarakat meningkatkan taraf hidupnya.
Nafkah
Islam telah menetapkan rambu-rambu yang jelas mengenai kewajiban nafkah. Kewajiban menafkahi berada pada laki-laki, baik suami, maupun anak laki-laki dewasa yang mampu, untuk menanggung istri, anak-anak, atau orangtua yang renta. Kewajiban ini disebutkan tegas dalam Surah Al-Baqarah ayat 233, di mana ayah diwajibkan memberikan rezeki dan pakaian (kiswat hunna) kepada para ibu dengan cara yang makruf (bil ma’ruf). Makruf di sini berarti mencukupi. Pahala bagi seorang ayah atau suami yang menunaikan kewajiban nafkah ini sangatlah agung.
Rasulullah saw. bersabda, sebaik-baik sedekah adalah yang diberikan dari orang yang berkecukupan dan mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu. Bahkan, pahala 1 dinar yang dinafkahkan untuk keluarga adalah yang paling agung dibandingkan dengan sedekah di jalan Allah atau membebaskan budak. Kewajiban nafkah ini tidak bisa berdiri sendiri, harus disokong peran negara yang memudahkan akses laki-laki untuk melaksanakan tanggung jawabnya dengan benar dan baik. Salah satu yang dilakukan negara adalah jaminan lapangan pekerjaan untuk mereka yang harus menafkahi keluarganya dan didukung sistem politik Islam yang diterapkan dalam bingkai negara.[] Ika Mawarningtyas