Sudan bergejolak. Diperkirakan tidak kurang dari 2.000 orang tewas dalam pembantaian yang dilakukan di wilayah tersebut. Adalah Pasukan Dukungan Cepat (RSF) yang menduduki el-Fasher berhadapan dengan militer Sudan sehingga meletus perang saudara. Peristiwa pembantaian ini bahkan dikatakan sebagai sebuah genosida yang nyata oleh Jaringan Dokter Sudan sekaligus mengingatkan atas apa yang terjadi sebelumnya yakni pembunuhan atas lebih dari 14.000 ribu warga sipil di el-Fasher (republika, 31/11/2025).
Perang saudara yang terjadi di Sudan telah menimbulkan banyak penderitaan bagi rakyatnya, tidak hanya korban jiwa namun juga terjadi pemerkosaan, pelecehan seksual serta gelombang pengungsian besar-besaran yang dilakukan penduduk setempat.
Negeri Sudan merupakan kawasan kaya akan sumber daya alam (SDA). Wilayah Sudan membentang di sepanjang benua Afrika dan merupakan negara terbesar ketiga di sana. Sudan merupakan daerah penghasil emas Arab terbesar, selain juga sumber daya mineral lainnya seperti minyak dan gas alam. Dengan kekayaan alam dan potensi wilayah yang luar biasa Sudan justru belum mampu terlepas dari konflik internal dan krisis kemanusiaan yang berkepanjangan.
Diketahui bahwa krisis Sudan sudah berlangsung sejak tahun 2023 dan ratusan ribu warganya telah tewas akibat krisis tersebut. Namun kondisi ini hakikatnya bukanlah murni konflik antar etnis melainkan tidak lebih dari adu domba yang dilakukan negara kafir penjajah seperti Amerika Serikat (AS) dan Inggris.
Amerika dan Inggris adalah pihak yang paling diuntungkan dari krisis Sudan. Keberadaan dua negara penjajah ini tidak lebih dari saling silang kepentingan di antara keduanya dalam memperebutkan pengaruh politik. Sebagaimana diketahui, AS tengah gencar melakukan penetrasi ke kawasan Timur Tengah sebagai upayanya untuk mewujudkan apa yang disebut dengan “Timur Tengah Baru” yang sejalan dengan kepentingan AS.
Adapun Inggris ingin memastikan agar wilayah yang sebelumnya pernah menjadi jajahannya tidak serta merta beralih penguasaan kepada AS. Untuk melancarkan aksinya AS maupun Inggris turut melibatkan negara boneka mereka seperti zionis Israel dan Uni Emirat Arab (UEA). Nyawa ratusan ribu rakyat yang tidak berdosa harus melayang ditambah lagi perampokan atas SDA seolah menjadi tumbal atas kerakusan negara penjajah.
Krisis Sudan sejatinya adalah krisis umat. Derita Sudan adalah derita umat, sebagaimana derita yang juga saat ini dialami oleh kaum Muslim yang teraniaya seperti di Gaza, Palestina. Umat Islam seharusnya menyadari bahwa persoalan ini hendaknya dipandang dengan paradigma ideologi. Adanya benturan peradaban antara Islam dengan idelogi kufur lainnya adalah perkara yang niscaya. Umat Islam wajib meletakkan masalah ini sebagai sebuah konsekuensi logis ketika Islam tidak tegak sebagai tatanan kehidupan mereka. Islam hanya lahir sebatas aturan spiritual yang kosong dari penerapan sosial dan politik.
Oleh karena itu, umat Islam wajib menjadikan upaya penyadaran melalui aktivitas dakwah ideologis sebagai agenda utama mereka. Bahwa ketiadaan khilafah menjadi sebab pederitaan umat. Sebaliknya, kembalinya khilafah akan menolong umat di mana pun mereka berada, termasuk Sudan dan negeri Muslim lainnya. Wallahualam bissawab.[] Resti Yuslita
