
Mengembangkan Kekuatan Politik Umat ala Nabi Muhammad SAW
Apa Itu Kekuatan Politik Umat dalam Islam?
Kekuatan politik (quwwah siyasiyah) didefinisikan sebagai kemampuan untuk memengaruhi. Dalam konteks Islam, kekuatan politik Islam adalah kekuatan yang menghendaki pengaturan urusan masyarakat dengan hukum-hukum Islam. Kekuatan ini ada dalam diri individu, dalam diri umat, dan juga dalam negara sebagai representasinya. Hari ini, umat Islam secara politik terlihat lemah, bahkan dilemahkan, padahal mayoritas di negeri ini.
Pengembangan kekuatan politik umat sangat penting agar umat tidak menjadi lemah secara politik. Ada dua prinsip dasar dalam politik Islam yang perlu dipahami umat:
- As-Sulthan Lil Ummah (Kekuasaan di Tangan Umat): Ini berarti umatlah yang menentukan siapa yang memimpin mereka dalam rangka penerapan hukum Islam. Umat yang sadar akan keberadaannya memiliki kekuasaan sebagai penentu wajah pemerintahan dan kepemimpinan. Ini berbeda dengan demokrasi yang kekuasaannya seringkali berada di tangan segelintir elit atau oligarki pemilik modal, yang berujung pada korupsi dan kepentingan sempit.
- As-Siyadah Li As-Syari’ (Kedaulatan di Tangan Syariat): Hak untuk membuat hukum adalah milik Allah SWT, bukan manusia. Segala peraturan yang lahir dari suatu masyarakat harus didasarkan pada akidah dan syariat Islam semata, bukan pada asas dan hukum selain hukum Allah SWT, seperti materialisme atau sekulerisme yang menghasilkan hukum jahiliyah.
Strategi Mengembangkan Kekuatan Politik ala Nabi SAW
Bagaimana mengembangkan kekuatan politik Islam di tengah situasi nasional dan internasional yang kompleks ini? Jawabannya sederhana: dengan melakukan pendidikan politik Islam (tatsqif siyasi). Nabi Muhammad SAW telah mencontohkan ini melalui tiga tahapan besar dalam Sirah Nabawiyah:
- Pembinaan (Attatsqif Wat Takwin): Proses mendidik dan membentuk individu serta kelompok Islam agar sadar akan hak dan kewajibannya. Ini adalah fase penanaman akidah dan pemahaman syariat secara mendalam.
- Interaksi dengan Umat (Tafa’ul Ma’al Ummah): Setelah pembinaan internal, Nabi SAW melakukan dakwah secara terbuka dan berinteraksi dengan umat. Ini adalah perjuangan di tengah-tengah masyarakat untuk menyebarkan ide-ide Islam dan membangun opini umum.
- Penerapan Islam (Tadbiqul Islam/Istilamul Hukmi): Ketika situasi sudah kondusif dan umat siap, Nabi SAW menerima amanah kekuasaan untuk menerapkan Islam di Madinah. Tahap ini menunjukkan adanya legitimasi untuk menerapkan Islam baik di dalam maupun di luar negeri. Untuk sampai pada tahap ini, harus ada kesadaran umum dan dukungan dari masyarakat, terutama dari mereka yang memiliki pengaruh di tengah-tengah umat (Ahlun Nusrah).
Tantangan Dakwah dan Fokus Perjuangan
Dalam menjalankan dakwah, umat Islam pasti akan menghadapi berbagai tantangan, sebagaimana yang dialami oleh Rasulullah SAW dan para sahabat:
- Penyiksaan: Ejekan, olokan, hingga penyiksaan fisik, bahkan sampai syahid seperti yang dialami oleh orang tua Yasir.
- Propaganda: Tuduhan sebagai tukang syair, tukang sihir, atau orang gila untuk memutarbalikkan fakta.
- Pemboikotan: Pengucilan dan pemisahan kelompok Nabi SAW dari masyarakat Mekkah.
- Pembunuhan: Upaya penghilangan nyawa ketika orang-orang zalim kehabisan argumen.
Meskipun tantangan-tantangan ini ada, fokus dakwah harus tetap pada empat hal:
- Penguatan Spiritual (Quwwah Ruhiyah): Keyakinan penuh kepada Allah SWT sebagai penolong yang Maha Kuat.
- Perjuangan Opini (Rayu al-Am): Terus menyerukan Islam dan memperjuangkan opini umum yang didasarkan pada kesadaran Islam.
- Perjuangan Politik (Kifah Siyasi): Berusaha membongkar keburukan dan kezaliman kebijakan yang dilakukan oleh penguasa yang tidak adil.
- Perjuangan Intelektual (Shir’ul Fikr): Membongkar ide-ide yang tidak Islami agar masyarakat sadar dan kembali hanya kepada Islam, karena Islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi darinya.
Pelajaran dari Sejarah dan Pentingnya Istiqamah
Sejarah Islam dan teladan para sahabat menunjukkan betapa vitalnya kekuatan spiritual dan mental dalam mengembangkan kekuatan politik umat. Kisah penggembala Baghdad yang rela menyembelih, menguliti, dan memotong anjing setianya demi uang, menunjukkan mentalitas yang mudah ditaklukkan ketika orientasi hanya materi. Sebaliknya, umat Islam tidak gentar menghadapi kekejaman Vlad Dracul III (Dracula) yang melakukan penyulaan terhadap ribuan orang, karena mereka yakin akan pertolongan Allah.
Para sahabat seperti Anas bin Nadhr, Utsman bin Ma’zun, Abu Bakar Ash-Shiddiq, Mus’ab bin Umair, Khalid bin Walid, serta pemimpin seperti Umar bin Abdul Aziz dan Salahuddin Al-Ayyubi, menunjukkan keteguhan dan pengorbanan luar biasa demi Islam. Mereka adalah pribadi-pribadi yang istiqamah.
Istiqamah adalah benteng utama menghadapi segala hambatan dunia, karena sandaran kita adalah Allah SWT yang memiliki segalanya. “Berimanlah dan istiqamahlah” adalah pesan Rasulullah SAW. Sebuah ungkapan menyebutkan, “Satu sikap istiqamah itu lebih baik dari seribu karomah (kemuliaan).”
Pesan Syekh Abdurrahman bin Asbad kepada Amirul Mukminin Yusuf bin Tasyafin relevan bagi kita: “Barang siapa yang bersungguh-sungguh (jada), maka dia akan mulia (sada). Dan barang siapa yang mulia, maka dia akan memimpin (qada). Dan barang siapa yang memimpin, maka dia akan menguasai negeri (malakal bilad).” Ini menegaskan bahwa umat Islam tidak perlu khawatir dengan situasi yang ada; fokuslah pada agenda umat itu sendiri.
***
Perjuangan politik dalam Islam memiliki dua dimensi utama:
- Ketaatan hanya kepada Allah dalam pengaturan masyarakat.
- Bebas dari segala ketakutan dan kekhawatiran saat bermasyarakat, karena bersandar hanya kepada Allah SWT.
Kekuatan politik umat yang harus terus dijaga dan dikembangkan adalah kekuatan yang didasarkan pada spiritualitas atau akidah Islam. Dengan demikian, umat tidak akan takut kepada siapa pun kecuali hanya kepada Allah SWT. Aturan-aturan Islam kemudian diterapkan untuk kebaikan masyarakat, bukan untuk menyengsarakan.
Mari kita jadikan momen 100 tahun keruntuhan Khilafah ini sebagai pelajaran dan pendorong untuk bergerak maju. Perjuangan Islam adalah harga mati. Fokuslah pada agenda umat ini, yaitu dakwah yang terencana, terukur, dan terstruktur secara kolektif. Kita harus menjadi penolong agama Allah (Ansharullah) dan yakin bahwa Allah pasti akan menolong orang yang menolong agamanya. Apapun rintangan dan risiko dakwah yang ada, tetaplah istiqamah![]
Disarikan dari kajian dengan tema tersebut di NSTV: