
Makna Hidayah: Jenis, Proses, dan Cara Menjemput Petunjuk Allah dalam Islam
Hidayah, atau petunjuk, merupakan anugerah teragung dari Allah SWT bagi manusia yang mencari kebenaran dalam hidup. Dalam sebuah hadits qudsi yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Allah SWT berfirman:
“Wahai hamba-Ku, kalian semua sesat kecuali orang yang telah Aku beri petunjuk. Maka mintalah petunjuk kepada-Ku, niscaya Aku akan memberikannya.”
Makna “huda” secara bahasa berarti petunjuk (ar-rasyad atau ad-dilalah), yang berlawanan dengan kesesatan (adh-dhalal). Sementara dalam konteks syar’i, hidayah adalah segala sesuatu yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Maka, segala sesuatu yang tidak sesuai dengan ajaran Nabi termasuk dalam kategori kesesatan.
Allah SWT menegaskan dalam QS. An-Najm ayat 3–4 bahwa Rasulullah tidak berbicara berdasarkan hawa nafsunya, melainkan semua yang disampaikannya adalah wahyu dari Allah. Hal ini memperkuat pemahaman bahwa mengikuti ajaran Rasulullah adalah jalan menuju hidayah, sedangkan menyimpang darinya berarti mengikuti hawa nafsu.
Hakikat Hidayah: dari Naluri hingga Taufik
Dalam penjelasan Imam Nawawi terhadap hadits qudsi tersebut, manusia pada dasarnya diciptakan dalam keadaan tidak tahu arah, hingga Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa petunjuk. Tanpa bimbingan wahyu, manusia akan tersesat mengikuti syahwat dan nalurinya.
Ibnul Qayyim al-Jauziyah dalam kitab “Badai’ al-Fawaid” membagi hidayah ke dalam empat jenis:
1. Hidayah Ghariziyah (Naluri)
Ini adalah petunjuk dasar yang diberikan kepada semua makhluk, baik manusia maupun hewan. Dalam QS. Taha ayat 50, disebutkan bahwa Allah memberi bentuk kepada segala sesuatu lalu memberinya petunjuk. Hewan diberi naluri untuk membedakan makanan, sedangkan manusia diberi akal untuk berpikir dan mengenal kebenaran.
2. Hidayah Ilmiyyah (Ilmu dan Penjelasan)
Allah menunjukkan kepada manusia dua jalan—kebaikan dan keburukan—sebagaimana dalam QS. Al-Balad ayat 10. Petunjuk ini datang melalui ilmu yang menjelaskan mana yang benar dan mana yang salah.
3. Hidayah Taufiq
Hidayah jenis ini adalah bentuk penyelarasan antara pengetahuan dan perbuatan. Manusia tidak hanya tahu kebenaran, tapi juga diberi kemampuan untuk mengamalkannya secara istiqamah.
Hidayah Surga Ini adalah bentuk hidayah tertinggi, yakni anugerah dari Allah kepada hamba-Nya yang diberi kemuliaan untuk memasuki surga-Nya sebagai hasil dari hidayah-hidayah sebelumnya.
Menjemput Hidayah dengan Ilmu
Hidayah bukanlah sesuatu yang datang tiba-tiba tanpa usaha. Ia harus dicari, dijemput, dan diperjuangkan. Al-Qur’an dan Sunnah adalah bentuk nyata dari hidayah, sehingga ketika seseorang menjauhi keduanya, maka sejatinya ia telah menjauh dari petunjuk Allah.
Rasulullah SAW bersabda: “Sebaik-baik ucapan adalah kalamullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah.” (HR. Muslim)
Dalam shalat, minimal 17 kali sehari kita memohon hidayah kepada Allah melalui doa: “Ihdinas-shiratal mustaqim” (Tunjukilah kami jalan yang lurus). Imam Ibn Katsir menjelaskan bahwa “shiratal mustaqim” itu adalah Islam.
Maka, seorang muslim dituntut untuk mencari ilmu agar dapat membedakan mana yang halal dan haram. Banyak orang yang bermaksiat karena ketidaktahuan, bukan karena kebencian pada agama. Karena itulah Rasulullah mewajibkan setiap muslim untuk menuntut ilmu.
Keutamaan Ilmu dan Dakwah sebagai Sarana Hidayah
Mencari ilmu adalah langkah awal untuk mendapatkan hidayah. Bahkan, Rasulullah bersabda bahwa orang yang wafat dalam keadaan sedang menuntut ilmu, maka ia akan dicatat sebagai syahid.
Namun, hidayah tidak cukup hanya disimpan untuk diri sendiri. Ia harus disampaikan. Itulah esensi dakwah. Allah menjanjikan pahala yang sangat besar bagi siapa saja yang menjadi jalan datangnya hidayah bagi orang lain. Dalam hadits lain disebutkan:
“Sungguh, Allah memberi petunjuk kepada seseorang melalui tanganmu, itu adalah lebih baik bagimu daripada memiliki unta merah.” (HR. Bukhari)
Bahkan dalam riwayat Imam Ahmad, disebutkan bahwa menyampaikan hidayah kepada satu orang lebih baik dari dunia dan seisinya. Imam al-Muziri meriwayatkan, bahwa orang yang mengajarkan satu bab ilmu kepada orang lain akan mendapatkan pahala seperti 60 orang shiddiqin.
***
Hidayah adalah anugerah yang wajib disyukuri dan diperjuangkan. Ia hadir melalui proses—dari naluri, pengetahuan, pengamalan, hingga akhir yang mulia di surga. Hidayah bukan hanya untuk dicari, tapi juga untuk disebarluaskan kepada sesama.
Sebagai seorang muslim, tugas kita adalah menjemput hidayah dengan ilmu, menjaga konsistensi dengan amal, dan menyebarkannya melalui dakwah. Semoga Allah SWT selalu menetapkan kita di atas petunjuk-Nya dan menguatkan langkah kita dalam meniti jalan menuju ridha dan surga-Nya. Aamiin.[]
Disarikan dari kajian Nafsiyah Islamiyah yang diselenggarakan di NSTV.