
Solusi Islam Mengatasi Pengangguran: Sebuah Telaah Mendalam
Pengangguran adalah masalah krusial yang kian menghimpit masyarakat, bahkan dapat memicu dampak buruk seperti peningkatan kriminalitas. Akan kami paparkan akar masalah pengangguran di Indonesia dan solusi komprehensif dari perspektif Islam.
Potret Buram Pengangguran di Indonesia
Situasi pengangguran di Indonesia sangat memprihatinkan. Data menunjukkan bahwa pada tahun 2025, pengangguran terbuka mencapai 7,28 juta jiwa, bahkan bisa menyentuh angka 50 juta lebih jika ditambah dengan pekerja tidak penuh. Ironisnya, Indonesia menempati peringkat kedua tertinggi di Asia menurut IMF, meskipun pertumbuhan ekonomi terus ada. Lebih miris lagi, lebih dari 1 juta sarjana menganggur, terpaksa melamar posisi yang seharusnya bisa dikerjakan oleh lulusan SMA, atau bahkan beralih profesi menjadi pengemudi ojek atau taksi online.
Kontras yang mencolok adalah fenomena rangkap jabatan di kalangan pejabat negara dan politisi, dengan gaji fantastis mencapai miliaran rupiah per bulan, sementara rakyat kecil berjuang hanya untuk sekadar mendapatkan pekerjaan. Misalnya, seorang pejabat di Kementerian Keuangan yang bergaji Rp70 juta juga merangkap sebagai komisaris di PT Pertamina dengan gaji Rp2,9 miliar. Ini adalah ketimpangan nyata yang memerlukan solusi mendesak.
Akar Masalah: Kegagalan Sistem Kapitalisme Sekuler
Akar masalah pengangguran ini adalah masalah sistemik akibat diterapkannya sistem kehidupan kapitalisme sekuler kapitalis. Sistem ini melahirkan turunan masalah dari tiga pilar yang saling berhubungan:
- Sistem Pendidikan Sekuler: Menghasilkan generasi yang rapuh, mudah stres, tidak kreatif, dan gagal memahami tujuan hidup. Output pendidikan ini lebih banyak berorientasi menjadi buruh daripada pemimpin, serta gagal membentuk generasi yang beriman dan bertakwa.
- Sistem Ekonomi Kapitalis:
- Konsep Kepemilikan yang Keliru: Kapitalisme salah dalam menempatkan konsep kepemilikan.
- Kebijakan Pemerintah Pro-Oligarki: Pemerintah dalam sistem kapitalisme bertindak sebagai negara korporasi yang menjadi instrumen bagi kepentingan oligarki. Kebijakan yang dikeluarkan tidak berpihak pada rakyat dan dunia usaha, memunculkan mafia impor, penggusuran lahan pertanian, dan monopoli.
- Dominasi Sektor Ekonomi Non-Riil: Dana dan uang banyak berputar di sektor ekonomi non-riil dibandingkan sektor riil, menyebabkan stagnasi ekonomi dan pengangguran.
- Privatisasi dan Liberalisasi Sumber Daya Alam: Kebijakan ini mengikis peluang usaha dan kerja bagi masyarakat. Contohnya, 55,9 juta hektar lahan bersertifikat dikuasai oleh hanya 60 keluarga, dan kekayaan 50 orang terkaya di Indonesia setara dengan harta 50 juta warga biasa.
- Sistem Sosial Sekuler: Mendorong wanita untuk bekerja di ranah publik, meninggalkan tugas utama mereka sebagai “ummu wa rabbatul bait” (ibu dan pengatur rumah tangga). Ini mempersempit lapangan kerja bagi laki-laki yang secara syariat memiliki kewajiban utama untuk mencari nafkah.
Adapun kebijakan pemerintah di bawah sistem kapitalisme sekuler selalu memberikan dampak berupa:
- Ekonomi Tumbuh, Kesenjangan Kian Lebar: Pertumbuhan ekonomi yang diklaim hanya dinikmati oleh segelintir orang (1% penduduk), memperparah kesenjangan.
- Proyek Tidak Berpihak Rakyat: Proyek pemerintah seperti IKN atau kereta api cepat lebih menguntungkan segelintir pihak daripada menciptakan serapan tenaga kerja yang signifikan bagi rakyat.
- Iklim Usaha Tidak Sehat: Undang-Undang Omnibus Law dan kebijakan perpajakan justru memberikan “karpet emas” bagi oligarki (misalnya, tax holiday, penurunan PPH badan, pengampunan pajak), sementara rakyat kecil dipaksa membayar pajak yang tinggi.
- Banjirnya Produk Impor dan PHK Massal: Kebijakan tarif impor rendah atau 0% menyebabkan membanjirnya produk impor, merusak industri dalam negeri dan memicu PHK massal, seperti yang terjadi pada pabrik tekstil yang mem-PHK ribuan karyawan.
- Penjarahan Sumber Daya Alam: Sumber daya alam seperti sawit, nikel, dan batu bara dikuasai oleh oligarki dan perusahaan asing, dengan keuntungan besar yang tidak dinikmati rakyat secara optimal.
Solusi Komprehensif dalam Islam: Peran Sentral Negara
Mengingat masalah ini bersifat sistemik, solusinya juga harus sistemik, yaitu dengan menerapkan sistem Islam secara komprehensif. Dalam Islam, negara memiliki peran yang sangat dominan; bukan hanya sebagai regulator, tetapi juga terjun langsung mengatasi kesenjangan, kemiskinan, dan pengangguran. Seorang Khalifah (kepala negara) adalah pelayan umat yang bertanggung jawab penuh atas kesejahteraan rakyatnya.
Pengentasan pengangguran dalam Islam dilakukan melalui dua mekanisme:
Mekanisme Individu (Peran Negara dalam Memfasilitasi):
- Memberikan pemahaman tentang kewajiban bekerja.
- Memberikan keterampilan bagi yang tidak memiliki.
- Memberikan modal bagi yang tidak punya.
Penerapan Sistem Islam secara Komprehensif:
- Sistem Pendidikan Islam: Kurikulum diarahkan untuk membentuk syakhsiyah islamiyah (kepribadian Islam) yang kreatif dan meletakkan dunia sebagai sarana ibadah, menghilangkan sikap malas dan ketergantungan. Selain itu, diberikan juga ilmu kehidupan (IPTEK dan keterampilan).
- Sistem Sosial Islam: Menekankan fungsi utama wanita sebagai ummu wa rabbatul bait (ibu dan pengatur rumah tangga). Dengan wanita fokus pada peran ini, serapan tenaga kerja bagi laki-laki akan lebih besar, dan akan tercipta generasi masa depan yang berkualitas.
- Sistem Ekonomi Islam:
- Kewajiban Laki-laki Bekerja: Dalam Islam, laki-laki (suami/ayah) wajib menanggung nafkah keluarga. Negara akan mendorong serta memfasilitasi mereka untuk bekerja, bukan justru menghancurkan pekerjaan yang sudah ada.
- Jaminan Kebutuhan Dasar Rakyat: Negara wajib menjamin kebutuhan sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan bagi seluruh rakyat, sehingga masyarakat merasa tenang dan terdorong untuk produktif.
- Konsep Kepemilikan Umum: Selain kepemilikan individu dan negara, Islam memiliki konsep kepemilikan umum (sumber daya alam vital) yang dikelola negara untuk kesejahteraan bersama, mencegah penimbunan dan monopoli kekayaan oleh segelintir orang.
- Iklim Usaha yang Kondusif: Negara akan membuka investasi dan menyederhanakan birokrasi. Pajak diharamkan (kecuali pada kondisi insidentil tertentu dan hanya dari orang kaya jika Baitul Maal kosong) sehingga akan menciptakan ekonomi yang sehat dan dinamis.
- Larangan Sektor Ekonomi Non-Riil: Dana akan digerakkan ke sektor riil, menggerakkan dunia usaha dan menyerap tenaga kerja secara otomatis.
- Larangan Privatisasi Kepemilikan Umum: Negara mengelola sektor-sektor strategis seperti tambang, minyak, gas, dan mineral, dengan tujuan utama kesejahteraan rakyat, bukan eksploitasi semata.
- Larangan Praktik Ekonomi yang Merugikan: Islam melarang penimbunan barang, kartel, riba, dan monopoli. Sebaliknya sistem ekonomi Islam menciptakan persaingan yang sehat. Penelitian menunjukkan bahwa riba (bunga) tinggi berkaitan dengan pengangguran tinggi, dan sebaliknya.
- Penyediaan Lapangan Kerja dan Pelindungan Usaha: Negara wajib menyediakan lapangan kerja dan mempertahankan pekerjaan yang sudah ada, misalnya dengan mencegah penggusuran lahan rakyat untuk kepentingan oligarki.
- Menghidupkan Tanah Mati (Ihya’ul Mawāt): Tanah yang tidak produktif selama tiga tahun berturut-turut akan diambil alih negara dan didistribusikan kepada yang membutuhkan untuk dihidupkan, mencegah monopoli lahan.
Khilafah sebagai Fondasi Penerapan Sistem Islam
Penerapan sistem Islam secara kaffah (menyeluruh) hanya dapat diwujudkan dalam sebuah institusi yang disebut Khilafah. Seorang Khalifah adalah pelayan umat yang bertanggung jawab menjamin kesejahteraan mereka. Kesadaran publik akan kegagalan sistem kapitalis dan keunggulan sistem Islam adalah langkah yang krusial. Meskipun beberapa pihak mencoba mencari solusi “tengah” antara kapitalisme dan sosialisme, kenyataannya kedua sistem ini gagal secara filosofis dan praktis.
Seruan untuk Perubahan Sistemik
Untuk mengatasi pengangguran dan kemiskinan yang terus-menerus, kita harus mewujudkan kesadaran publik bahwa sistem kapitalisme telah gagal secara sistemik dan harus dihentikan. Solusinya adalah kembali kepada sistem ekonomi Islam yang telah terbukti mampu mewujudkan kesejahteraan dan keadilan selama berabad-abad.
Allah telah menjanjikan keberkahan bagi penduduk negeri yang beriman dan bertakwa serta menerapkan syariat Islam secara kaffah. Dalam sistem Islam, bahkan mereka yang tidak bisa bekerja (fisik lemah, cacat) pun akan mendapatkan jaminan pemenuhan kebutuhan pokok, menunjukkan keberkahan yang menyeluruh.
Perubahan ini memerlukan empat syarat:
- Pemahaman akan kerusakan sistem kapitalisme.
- Penggambaran jelas mengenai sistem pengganti, yaitu sistem ekonomi Islam yang utuh.
- Upaya dakwah yang masif untuk menyadarkan umat dan tokohnya.
- Adanya penggerak (jemaah atau partai) yang terorganisir untuk mengkoordinasikan perjuangan perubahan.
Bayangkan sebuah kapal yang mengalami kebocoran parah di beberapa bagian. Menambal satu dua lubang saja tidak akan cukup jika struktur dasarnya sudah lapuk dan ada lubang-lubang lain yang tak terlihat di bawah air. Untuk menyelamatkan kapal dan penumpangnya, diperlukan perbaikan total, penggantian bagian yang rusak, dan sebuah nahkoda yang amanah serta memahami peta lautan dengan benar. Demikian pula dengan masalah pengangguran dan kesenjangan ekonomi; ini bukan sekadar lubang kecil yang bisa ditambal, melainkan kerusakan sistemik yang membutuhkan perombakan total dengan fondasi sistem Islam yang komprehensif di bawah kepemimpinan yang amanah, demi mencapai kesejahteraan sejati di dunia dan akhirat.[]
Disarikan dari kajian dengan tema tersebut di NSTV: