NgajiShubuh.or.id — Banjir dan tanah longsor saat ini terjadi rutin bersama datangnya musim penghujan. Bukan hanya karena curah air hujan yang tinggi tapi memang kondisi alam sekarang tidak mampu menampung air hujan seperti dulu. Beberapa daerah terjadi banjir dan tanah longsor hingga menelan korban jiwa. Pertama, tanah longsor terjadi di Cilacap dan Banjarnegara (15/11) hingga menelan korban jiwa sekitar 27 orang. Sampai saat ini tim SAR gabungan masih melakukan pencarian korban.
Kedua, banjir di di Kota Sibolga dan Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Senin (24/11). Dikutip dari bbc.com, setidaknya 2.851 orang di empat kabupaten dan kota di Sumatra Utara mengungsi akibat banjir bandang dan longsor yang terjadi sejak akhir 24 November lalu. Berdasarkan kesaksian warga, peristiwa alam dengan skala seperti ini tak pernah terjadi dalam puluhan tahun terakhir. Korban meninggal yang telah dikonfirmasi berjumlah 19 orang dan sejumlah infrastruktur ketenagalistrikan milik PLN rusak akibat peristiwa longsor dan banjir bandang di sana.
Ketiga, tidak hanya di empat wilayah kabupaten di Provinsi Sumatera Utara, yang meliputi Sibolga, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah dan Tapanuli Selatan, dilanda bencana akibat cuaca ekstrem secara bertubi-tubi pada hari Senin (24/11) dan Selasa (25/11). Namun juga banjir meluas di Sumatera Barat. Pemprov Sumatera Barat (Sumbar) telah menetapkan masa tanggap darurat bencana selama 14 hari buntut bencana banjir dan longsor yang meluas. BMKG mengingatkan potensi cuaca ekstrem masih ada.
Menyorot masalah di atas, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumut menyampaikan, penyebab terjadinya banjir dan longsor yang melanda Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kabupaten Mandailing Natal, dan Kota Sibolga, Selasa (25/11), bukan soal hujan saja. Kerusakan ekosistem hutan tropis terakhir yakni hutan Batang Toru memicu banjir besar.
Menurut Walhi, laju deforestasi di wilayah itu sulit dibendung karena perusahaan-perusahaan yang beraktivitas di ekosistem batang toru (harangan tapanuli) melakukan penebangan pohon dengan berlindung dibalik izin yang dikeluarkan pemerintah. Hal ini mengonfirmasi banjir bandang yang menyapu Sumut bahkan sampai ke Sumbar terjadi karena ulah tangan manusia. Hal yang paling bertanggung jawab dalam permasalahan ini adalah negara yang mengizinkan perusahaan swasta mengeksploitasi hutan hingga terjadi deforestasi hutan. Dampaknya ketika datang musim penghujan, hutan tidak mampu menampung air hujan dan akhirnya air hujan ini menjadi air bah yang menjadi bencana kehidupan.
Dalam surah Ar-Rum ayat 41 disampaikan sebagai berikut.
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. (Melalui hal itu) Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (TQS. Ar-Rum: 41)
Bencana yang terjadi hari tidak terjadi semata karena fenomena alama, tapi ini konsekuensi logis atas eksploitasi yang dilakukan sekelompok manusia yang dibiarkan negara. Mereka merusak hutan, melakukan illegal logging atau deforestasi sehingga menyebabkan hutan tidak mampu menyerap air hujan yang datang di musim penghujan. Beginilah ketika negara mengatur kehidupan manusia menggunakan asas sistem sekuler demokrasi kapitalisme.
Sistem sekuler demokrasi kapitalisme telah menihilkan peran Al-Khaliq sebagai pencipta dan pengatur kehidupan. Sistem ini lebih mengedepankan kepentingan hawa nafsu segelintir orang daripada aturan atau hukum yang telah Allah Swt. turunkan melalui Nabi Muhammad saw. Dalam Islam telah jelas larangan merusak lingkungan, baik yang ada di darat maupun di laut. Sebagaimana yang tertuang dalam ayat berikut.
وَلَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ بَعْدَ اِصْلَاحِهَا وَادْعُوْهُ خَوْفًا وَّطَمَعًاۗ اِنَّ رَحْمَتَ اللّٰهِ قَرِيْبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِيْنَ
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (TQS. Al-Araf: 56)
Perusakan hutan seperti eksploitasi, illegal logging, atau deforestasi harus dilarang oleh negara karena terbukti membahayakan umat manusia yang hidup di sekitar hutan. Terlebih warga Sumatera yang di pulau tersebut terbentang pegunungan Bukit Barisan yang menjadi hutan tropis di wilayah tersebut. Hanya saja untuk menegakkan keadilan dan ketegasan tidak bisa dengan hukum sekuler demokrasi kapitalisme. Karena hukum ini bersujud kepada uang bukan pada keadilan.
Sudah saatnya masyarakat hingga negara berbenah dengan hijrah menerapkan hukum Allah Swt. Hanya syariat Islam yang bisa membawa keadilan dan ketegasan jika diterapkan dalam segala aspek kehidupan. Hanya Islam solusi atas berbagai permasalahan di negeri ini dan selayaknya negeri mayoritas muslim menerapkan syariat Islam untuk mewujudkan “baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur”. Sehingga umat manusia diatur dan dihukumi dengan syariat Islam kafah yang terintegrasi dalam sistem pemerintahan Khilafah Islamiyah, sistem warisan Nabi saw.[] Ika Mawarningtyas
