
Filisida: Saat Kasih Sayang Ibu Sirna Ditelan Tekanan Zaman
Sebuah tragedi kemanusiaan yang ironis dan menyakitkan kembali menjadi sorotan: filisida, atau pembunuhan anak oleh orangtuanya sendiri. Fenomena yang paling memilukan adalah ketika pelakunya seorang ibu, sosok yang seharusnya menjadi sumber perlindungan dan kasih sayang utama bagi anak-anaknya.
Meskipun terdengar seperti kejadian langka, data menunjukkan filisida kini menjadi tragedi yang sering terjadi, baik di Indonesia maupun di negeri-negeri yang lain di dunia. Kasus ini bukan lagi sekadar berita kriminal biasa, melainkan sebuah alarm keras bagi kita semua tentang adanya masalah mendalam dalam struktur keluarga dan masyarakat.
Fenomena Global yang Berakar dari Zaman Jahiliyah
Filisida bukanlah fenomena baru. Praktik ini telah terjadi sejak zaman jahiliyah, di mana anak-anak, khususnya perempuan, dikubur hidup-hidup karena alasan takut miskin atau khawatir bahwa anak perempuan akan menjadi tawanan perang dan membawa aib bagi keluarga. Turunnya syariat Islam berhasil menghapus tradisi keji ini dengan membawa rahmat bagi seluruh alam.
Namun, ironisnya, di era yang katanya modern ini, tradisi jahiliyah tersebut seolah hidup kembali. Angka kekerasan dalam keluarga terus meningkat secara global. Data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) hingga September 2025 mencatat sudah ada 60 kasus filisida di Indonesia, dengan rata-rata lima kasus setiap bulannya. Ini menunjukkan peradaban kita justru sedang mundur, kembali ke peradaban jahiliyah ketika manusia meninggalkan syariat-Nya.
Lima Motif Pemicu terjadinya Filisida
Para ahli telah mengidentifikasi beberapa motif yang mendorong orangtua melakukan tindakan mengerikan ini. Berikut adalah lima jenis motif di balik filisida:
- Altruistic Filicide (Filisida Altruistis): Pembunuhan dilakukan dengan dalih untuk “menyelamatkan” anak dari penderitaan di dunia. Orangtua, yang sering kali mengalami depresi atau himpitan hidup berat, berpersepsi bahwa dunia terlalu kejam dan lebih baik mengantarkan anak mereka ke surga.
- Acutely Psychotic Filicide (Filisida Psikotik Akut): Terjadi ketika orangtua mengalami gangguan psikotik akut seperti halusinasi atau delusi, sehingga membunuh anak tanpa motif yang jelas.
- Unwanted Child Filicide (Filisida Anak yang Tidak Diinginkan): Pembunuhan terhadap anak karena kehadirannya tidak diinginkan, misalnya akibat kehamilan di luar nikah atau karena dianggap sebagai beban finansial.
- Fatal Maltreatment Filicide (Filisida Akibat Penganiayaan Fatal): Pembunuhan yang tidak disengaja, berawal dari penganiayaan fisik yang tidak terkendali karena kemarahan yang meledak-ledak.
- Spousal Revenge Filicide (Filisida Balas Dendam pada Pasangan): Anak dijadikan “alat” untuk membalas dendam atau menghukum pasangan akibat konflik, perselingkuhan, atau perebutan hak asuh anak.
Secara ringkas, pemicu utama filisida dapat dirangkum menjadi empat faktor utama: gangguan mental (mental illness), kurangnya pemahaman agama, tekanan ekonomi, dan hubungan keluarga yang tidak harmonis.
Beban Berat di Pundak Perempuan dan Pentingnya Solusi Holistik
Dalam banyak kasus, pelaku filisida adalah seorang ibu. Hal ini tidak terlepas dari beban sosial berat yang ditanggung perempuan dalam masyarakat. Perempuan sering dituntut menjadi penjaga keutuhan keluarga, penanggung jawab citra anak, dan pengelola rumah tangga yang sempurna. Tetapi di saat yang sama perannya sering dianggap remeh dan minim apresiasi.
Ketika peran ibu rumah tangga dianggap remeh, minim apresiasi, dan tidak ada support system, mereka bisa jatuh dalam gangguan mental seperti stres dan depresi. Untuk mencegah tragedi ini terulang, diperlukan solusi dari level individu hingga negara.
Bagi Individu dan Keluarga
- Tingkatkan ketakwaan dan pahami bahwa membunuh adalah dosa besar dan perkuat keyakinan bahwa Allah SWT telah menjamin rezeki setiap anak.
- Miliki standar hidup dan kebahagiaan sendiri, jangan terjebak pada standar sosial yang menekan.
- Kelola kesehatan mental, kenali emosi, dan jangan ragu meminta pertolongan profesional jika dibutuhkan.
- Bangun komunikasi yang sehat dan hubungan yang harmonis antar suami-istri sebagai sistem pendukung utama.
- Curhat kepada Allah SWT, Al-Qur’an, atau orang yang dipercaya seperti ulama, bukan kepada entitas yang tidak jelas seperti kecerdasan buatan (AI) yang bisa memberi nasihat keliru.
Bagi Negara dan Masyarakat
- Menciptakan sistem ekonomi yang adil untuk mengentaskan kemiskinan dan mewujudkan kesejahteraan keluarga.
- Membangun lingkungan sosial yang diliputi keimanan dan ketakwaan melalui edukasi dan dakwah Islam yang masif.
- Menyediakan layanan konseling kesehatan mental yang mudah diakses, terjangkau, bahkan gratis bagi seluruh masyarakat.
***
Pada akhirnya, filisida adalah cerminan dari kegagalan sistemik sebuah peradaban. Islam telah menawarkan solusi komprehensif untuk melindungi setiap jiwa. Ketika syariat Islam diterapkan secara menyeluruh, negara hadir sebagai pelindung (junnah) yang menjamin kesejahteraan, menjaga kesehatan mental warganya, dan menghapuskan tradisi-tradisi jahiliyah yang merusak kemanusiaan.[]
Disarikan dari kajian dengan tema tersebut di NSTV: