
Tantangan Dakwah Nabi Muhammad SAW dan Refleksinya di Era Kini
Setelah menerima wahyu pertama di Gua Hira, Nabi Muhammad SAW tidak langsung menyebarkan ajaran Islam secara terbuka. Selama tiga tahun, beliau berdakwah secara sembunyi-sembunyi, mengajak keluarga dekat, sahabat, dan orang-orang terpercaya untuk memeluk agama tauhid. Namun, setelah turun perintah dari Allah SWT dalam Surah Al-Muddatstsir ayat 1–2 yang memerintahkan Nabi untuk bangkit dan memberikan peringatan, maka dimulailah fase baru dalam sejarah dakwah: dakwah terang-terangan.
Awal Mula Dakwah Sembunyi-sembunyi
Dakwah Nabi Muhammad SAW dimulai dengan cara yang sangat hati-hati dan penuh perhitungan. Di tengah kondisi masyarakat Makkah yang jauh dari nilai-nilai kebenaran, Nabi tidak serta-merta menyerukan kebenaran secara blak-blakan. Beliau mulai dengan mendekati orang-orang terdekat: keluarga, sahabat, dan pembantu setianya.
Generasi awal yang masuk Islam dikenal sebagai As-Sabiqun Al-Awwalun. Di antara mereka adalah Khadijah RA (istrinya), Ali bin Abi Thalib RA (keponakannya), Zaid bin Haritsah RA (pembantunya), dan Abu Bakar Ash-Shiddiq RA (sahabat karibnya). Dari sinilah benih-benih keimanan mulai tersebar, meskipun masih dilakukan secara rahasia.
Abu Bakar Ash-Shiddiq menjadi salah satu tokoh penting dalam tahap awal penyebaran Islam. Setelah masuk Islam, ia langsung aktif mendakwahi orang lain. Dalam waktu singkat, lima sahabat utama pun bergabung: Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan Thalhah bin Ubaidillah. Semua mereka kemudian dikenal sebagai sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga.
Selama tiga tahun tersebut, jumlah umat Islam bertumbuh hingga lebih dari 40 orang, terdiri dari laki-laki dan perempuan dari berbagai usia dan lapisan sosial. Mereka berkumpul di rumah Arqam bin Abi Arqam untuk saling memperkuat iman, melaksanakan ibadah, dan mempelajari ajaran Islam secara diam-diam.
Hikmah Dakwah Sembunyi-sembunyi
Dakwah sembunyi-sembunyi ini memiliki banyak hikmah. Pertama, pendekatan alami membuat ajaran Islam dapat tertanam kuat dalam jiwa para pengikut awal. Jika semua orang langsung masuk Islam sekaligus, keimanan mereka belum tentu kokoh tanpa ujian.
Kedua, dakwah ini bersifat manusiawi, sehingga bisa menjadi contoh bagi gerakan dakwah di masa kini. Tidak selalu harus frontal dan langsung menghadapi kekuasaan, tetapi bisa dimulai dari lingkaran terkecil, yaitu keluarga dan teman dekat.
Ketiga, Nabi juga mempertimbangkan aspek politik dan strategis. Jika dakwah langsung dilakukan secara terang-terangan tanpa persiapan, risiko besar akan mengancam keselamatan para pemeluk Islam. Ini menjadi pelajaran bahwa dalam berdakwah, kita harus pandai-pandai membaca situasi dan mengatur langkah.
Perpindahan ke Dakwah Terang-Terangan
Setelah cukup waktu mempersiapkan diri, Allah memerintahkan Nabi untuk menampakkan dakwah secara terbuka. Wahyu turun dalam Surah Asy-Syu’ara ayat 214 yang berbunyi: “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.”
Nabi pun mengundang Bani Hasyim, keluarga besar dari pihak ayahnya, untuk makan bersama. Dalam kesempatan itu, beliau menyampaikan seruan tentang tauhid dan hari akhir. Namun, ucapan Nabi langsung dipotong oleh pamannya sendiri, Abu Lahab, yang mencoba meremehkan ajakan tersebut.
Meski begitu, Nabi tidak menyerah. Ia naik ke atas bukit Shafa dan memanggil seluruh suku Quraisy. Dengan penuh keyakinan, beliau bertanya, “Bagaimana jika aku katakan ada pasukan musuh di balik lembah ini yang ingin menyerang kalian, apakah kalian percaya?” Mereka menjawab, “Ya, karena kami tidak pernah mendengar darimu selain kejujuran.”
Lalu Nabi berkata, “Aku adalah pemberi peringatan bagi kalian akan adzab yang pedih.” Mendengar itu, Abu Lahab marah dan mengutuk Nabi. Kejadian ini menjadi latar belakang turunnya Surah Al-Lahab yang mencela perilaku Abu Lahab dan istrinya.
Reaksi Kaum Musyrik
Kaum Quraisy mulai resah. Mereka takut tradisi penyembahan berhala akan hancur dan pengaruh mereka akan pudar. Maka, mereka mencoba berbagai cara untuk menghentikan dakwah Nabi: dari olok-olok, fitnah, ancaman, hingga penyiksaan.
Beberapa tokoh Quraisy mendatangi pamannya, Abu Thalib, dan memintanya untuk menghentikan aktivitas Nabi. Namun, Abu Thalib dengan tegas menjawab bahwa ia tidak akan meninggalkan keponakannya. Bahkan ketika ditawarkan seorang pemuda tampan bernama Ammarah sebagai ganti Nabi, Abu Thalib menolak keras.
Tokoh Quraisy lain seperti Walid bin Mughirah bahkan datang menemui Nabi dengan menawarkan harta, tahta, wanita, dan segala bentuk kenikmatan dunia agar Nabi berhenti berdakwah. Tetapi Nabi tetap tegak, tidak goyah sedikit pun. Ia membacakan surah Fushilat, yang membuat Walid takjub dengan keindahan Al-Qur’an.
Namun, karena tidak berhasil meyakinkan Nabi, mereka mulai menyebarkannya sebagai dukun, penyair, atau tukang sihir. An-Nadhr bin Harits bahkan pergi ke Persia dan Romawi untuk mencari cerita-cerita lawas yang bisa digunakan untuk menyaingi Al-Qur’an.
Ujian dan Penganiayaan
Umat Islam awal mengalami berbagai bentuk tekanan dan siksaan. Utsman bin Affan RA diselimuti daun kurma dan diasapi, Mush’ab bin Umair RA diasingkan dan tidak diberi makan, Bilal bin Rabah RA ditelentangkan di padang pasir dengan batu panas di atas tubuhnya, Yasir dan Sumayyah RA dibunuh karena tetap teguh pada iman.
Nabi sendiri tidak luput dari ejekan, penghinaan, dan ancaman. Mereka mengatakan bahwa Al-Qur’an hanyalah rekayasa belaka, bahwa Nabi hanyalah penyair atau dukun. Bahkan saat Nabi berdakwah di pasar Ukazh dan tempat-tempat haji, Abu Lahab senantiasa mengikutinya untuk menghasut orang-orang agar tidak mempercayai Nabi.
Strategi Bijak Nabi dalam Menghadapi Tantangan
Menghadapi tekanan-tekanan tersebut, Nabi tidak membalas dengan kekerasan atau permusuhan. Ia tetap tenang, sabar, dan bijaksana. Bahkan, beliau melarang para sahabat menunjukkan keislaman mereka secara terbuka agar tidak menjadi sasaran empuk musuh.
Tempat berkumpulnya para sahabat adalah rumah Arqam bin Abi Arqam di bukit Shafa. Tempat ini menjadi markas rahasia tempat mereka memperkuat iman, belajar ilmu agama, dan melaksanakan ibadah secara aman.
Pelajaran dan Refleksi untuk Saat Ini
Perjalanan dakwah Nabi Muhammad SAW memberikan banyak pelajaran berharga bagi umat Islam di era modern ini:
1. Dakwah harus bertahap dan alami, dimulai dari lingkaran terkecil seperti keluarga dan teman dekat.
2. Keteguhan hati dan kesabaran adalah modal utama dalam menghadapi tantangan dan tekanan.
3. Dakwah yang haq pasti akan menghadapi penolakan, karena menuntut perubahan dari status quo menuju kebenaran.
4. Metode yang tepat adalah kombinasi antara kebijaksanaan, strategi, dan keikhlasan. Dakwah tidak harus selalu frontal, tetapi bisa fleksibel sesuai konteks zaman dan situasi.
5. Sejarah akan terus berulang, dan setiap generasi pasti memiliki ‘Firaun’ tersendiri—baik itu rezim zalim, budaya korup, atau sistem yang tidak islami. Yang bisa mengalahkan mereka adalah ide yang benar, metode yang tepat, serta kesabaran dan ketangguhan para pejuang kebenaran.
***
Dakwah Nabi Muhammad SAW adalah proses panjang yang penuh tantangan. Mulai dari tahap sembunyi-sembunyi hingga terang-terangan, Nabi telah menunjukkan bagaimana seorang pemimpin harus berani, sabar, dan bijaksana dalam menghadapi tekanan. Meski dihujat, diasingkan, dan disiksa, beliau tidak pernah mundur sejengkal pun dari jalan kebenaran.
Bagi kita yang hidup di zaman modern ini, tantangan dakwah mungkin berbeda bentuknya, tetapi prinsipnya tetap sama: menyampaikan kebenaran dengan cara yang terbaik, mengedepankan kesabaran, dan membangun masyarakat yang berlandaskan nilai-nilai Al-Qur’an dan Sunnah. Dengan mengambil hikmah dari perjalanan Nabi, kita bisa menjadi bagian dari perubahan positif di tengah dunia yang penuh ujian.[]
Disarikan dari kajian dengan tema tersebut di NSTV: