
NgajiShubuh.or.id — Gagasan demokrasi yang mengatakan, dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat seolah menjadi candu untuk terus dipuji-puji dan diagungkan sebagai gagasan yang akan mengantarkan kesejahteraan. Namun faktanya, justru demokrasi merupakan ide yang memabukkan dan membuat manusia tidak menyadari kecacatannya. Gagasan ini masih diyakini akan menciptakan keadilan dan kesejahteraan, tetapi faktanya bertolak belakang. Alih-alih kesejahteraan, justru demokrasi yang menciptakan malapetaka di berbagai belahan negara yang menerapkan sistem ini.
Demokrasi seperti topeng yang menutupi wajah aslinya. Berikut wajah asli demokrasi yang selama ini menjadi ruh demokrasi dan masih diagungkan para pengikutnya. Pertama, ruh dari demokrasi adalah sekularisme. Sekularisme adalah konsep yang dikampanyekan Barat sebagai bentuk pemikiran yang memisahkan agama dari negara dan kehidupan. Agama hanya ditempatkan di ranah individu yang tidak perlu dibawa ke publik dan dijadikan aturan publik. Apabila mereka ingin mengatur kehidupan atau negara mereka menggunakan pemikirannya sendiri tanpa campur tangan agama mana pun. Inilah yang menjadikan sekularisme selalu bermusuhan dengan Islam dan tidak akan pernah bisa dicampurkan.
Demokrasi yang memiliki ruh sekuler ini tidak akan pernah memberi ruang bagi Islam untuk bergerak di segala aspek kehidupan. Justru kaum Muslim yang harus menanggalkan akidahnya demi mengikuti kemauan demokrasi sekuler ini. Syariat Islam dianggap tidak mengakomodasi nafsu demokrasi dalam memenuhi keserakahannya. Sehingga ketika suara Islam menjadi suara mayoritas, demokrasi akan mencari berbagai dalih untuk membatalkan keputusan itu. Indonesia mayoritas negeri Muslim, tidak akan pernah suara Islam dimenangkan karena melanggar kepentingan mereka.
Dalam Islam tidak ada sekularisme dan tidak mungkin ada Muslim sekuler. Apabila ada Muslim yang sekuler pasti dia sudah diracuni oleh Barat. Budaya dan pemikiran Barat telah mendominasi dirinya sehingga dia tidak mengatur hidupnya dengan Islam. Padahal Islam diturunkan untuk mengatur kehidupan dalam segala aspek kehidupan. Inilah perang pemikiran yang sesungguhnya, yakni perang dengan pemikiran-pemikiran sesat yang dibawa Barat.
Kedua, ruh demokrasi adalah liberalisme, paham kebebasan dalam memenuhi hawa nafsu manusia. Demokrasi tidak memberi izin bagi kaum Muslim untuk bebas dalam ketaatan kepada Rabb-nya, tapi sebaliknya. Justru demokrasi menyuruh seluruh manusia untuk hidup bebas meninggalkan ketaatannya. Setiap ada ajaran Islam yang menyeru ketaatan mereka menganggapnya sebagai penindasan. Sebagaimana contohnya, ketika Islam mewajibkan muslimah berhijab, mereka mempropagandakan “my body my authority” (tubuhku otoritasku).
Dengan kebebasan, Barat menganggap kebahagiaan itu akan terwujud, padahal sebaliknya. Justru kebebasan seperti ini yang membuat tatanan kehidupan manusia menjadi seperti binatang. Contohnya, seks bebas, hidup bebas, dan akhirnya jadilah ngawur dan ambyar hidupnya. Saking bebasnya gaya hidup mereka, alhasil manusia kembali ke zaman jahiliah. Kemuliaan dan kehormatan manusia yang diberi akal tergerus dengan paham kebebasan ini. Manusia hidup hanya untuk memenuhi ego dan birahinya yang menyebabkan disorientasi kehidupan.
Ketiga, ruh demokrasi hari ini adalah kapitalisme. Kapitalisme telah membuat ekonomi menjadi tidak stabil dan berpeluang akan terjadi krisis atau resesi ekonomi. Kebebasan kepemilikan telah membuat manusia memperbudak manusia. Para kapitalis dengan keserakahannya telah memperebutkan sumber daya alam dan ruang publik yang seharusnya dikelola negara untuk kesejahteraan rakyatnya.
Semua diswastanisasi dan dikapitalisasi oleh kapitalis. Sebagaimana contohnya, hasil tambang, minyak bumi, dan sumber daya alam lainnya dibebaskan untuk dikuasai individu (kapitalis), bahkan dikuasai kapitalis asing. Padahal dalam Islam, seharusnya hajat publik wajib dikelola negara, haram dikapitalisasi ke individu. Selain itu, ekonomi kapitalisme disokong oleh riba dan pajak. Mereka mencekik masyarakat dengan menarik riba dan pajak. Selain itu, bebasnya manusia melakukan judi membuat masyarakat makin karut-marut.
Demokrasi hari ini hanya jadi kedok sekularisme, liberalisme, dan kapitalisme. Demokrasi tidak akan pernah mencapai puncak kesejahteraan maupun kebahagiaan karena mereka tidak bisa menentukan baik dan buruk dengan benar. Baik dan buruk hanya bisa ditentukan oleh Sang Pencipta (Al-Khaliq), karena sejatinya manusia itu terbatas. Bahkan untuk mengetahui apa yang terbaik untuk dirinya sendiri, mereka tidak mampu. Di sinilah mengapa manusia perlu memahami hakikatnya sebagai ciptaan (makhluk) yang harus tunduk kepada Pencipta agar memiliki kehidupan yang mulia dan benar. Oleh karena itu, tidak ada jalan lain kecuali Islam untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan hakiki.[] Ika Mawarningtyas
Saksikan selengkapnya di: