NgajiShubuh.or.id — Siapa yang bahagia di kala biaya pendidikan kedokteran sangat tinggi, tiba-tiba Presiden Prabowo Subianto mengumumkan akan memberikan beasiswa penuh bagi calon dokter. Sebenarnya, memberikan pendidikan gratis kepada rakyatnya adalah tanggung jawab negara. Tidak hanya pendidikan tetapi juga fasilitas kesehatan adalah kewajiban negara. Namun, mungkinkah itu bisa terwujud ataukah hanya omon-omon (omong kosong) jelang akhir tahun?
Dalam memberikan peresmian Rumah Sakit Kardiologi Emirates-Indonesia (RS KEI), Surakarta, Rabu (19/11) yang disiarkan dalam YouTube Sekretariat Presiden, Presiden Prabowo Subianto menyorot, kebutuhan mendesak akan tenaga medis di Indonesia. Oleh karena itu, ia akan membuka 30 fakultas kedokteran (FK) baru dan beasiswa penuh bagi dokter. Prabowo juga berencana menambah alokasi beasiswa untuk mahasiswa kedokteran. Dia mengupayakan sebagian besar mahasiswa kedokteran akan mendapatkan beasiswa penuh.
Dikutip dari Tempo.co (19/11), ia juga meminta Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, untuk membuat RS dengan standar setara RS KEI di tiap kabupaten/kota. Prabowo menargetkan RS itu bisa dibangun dalam 4 tahun ke depan. Prabowo juga meyakinkan Menteri Kesehatan bisa membangun 66 RS baru dengan standar mirip RS KEI. Prabowo meminta Budi Gunadi menjawab bisa ketika ditanya kesanggupan membuat RS baru mirip RS KRI yang berstandar internasional.
Menanggapi hal tersebut ada beberapa catatan yang patut untuk menjadi tinjauan kritis ke depan. Pertama, apabila benar Prabowo akan membuka 30 FK baru dengan beasiswa penuh bagi dokter, mungkinkah itu terwujud dalam sistem kapitalisme sekuler hari ini? Semua tahu, kuliah di FK biayanya sangat mahal. Di dalam sistem pendidikan dokter pun juga rawan terjadi pungutan-pungutan yang mengatasnamakan pendidikan tinggi dengan biaya yang fantastis. Belum lagi biaya praktik, buku-buku penunjang, teknologi, dan sebagainya.
Semua terbelalak dengan rencana Prabowo ini. Kira-kira dari dana mana lagi ia akan membuka 30 FK baru dengan beasiswa penuh? Terlebih hal itu diucapkan di hadapan investor UEA saat peresmian RS KEI di Surakarta. Kedua, wacana membangun 66 RS dengan standar mirip RS KEI, ini juga patut dipertanyakan apabila sistem politik di negeri ini masih mengadopsi kapitalisme sekuler. Bagaimana mungkin membangun RS berstandar internasional tanpa menghabiskan biaya besar? Lalu biaya megaproyek ini mau didapat dari mana?
Ketiga, jika pembukaan 30 FK dengan beasiswa penuh dan 66 RS dengan standar RS KEI dilakukan dengan mencari investor atau utang dari asing ini sama saja pembohongan publik. Karena jika dana dari investor tentu ia akan menancapkan cengkramannya di Indonesia dengan mengendalikan tenaga medis hingga menguasai pusat pelayanan kesehatan di negeri ini. Begitu pun jika dana tersebut diperoleh dari utang itu akan membebani negara dengan tekanan bunga bank yang sangat tinggi.
Kalau saja dana tersebut diambil dari anggaran pendapatan belanja negara (APBN) tentu ini akan membebani rakyat yang akan dicekik dengan rentetan pajak aneka rupa. Keempat, faktanya memang tidak mungkin sistem kapitalisme sekuler yang menjadi biang kerok kapitalisasi pendidikan dan kesehatan akan memberikan pendidikan kedokteran secara cuma-cuma tentu dengan skema perbudakan atau penjajahan yang sudah biasa dilakukan sistem kapitalisme sekuler di berbagai dunia.
Kelima, pernyataan Prabowo ini hipokrit! Bagaimana bisa dia berencana membuka 66 RS dengan standar RS KEI, tapi ia sendiri baru saja meresmikan rumah sakit swasta yakni RS KEI? Faktanya sudah banyak berdiri RS swasta, terlebih swasta asing membangun rumah sakitnya di Indonesia. Bagaimana mungkin Indonesia akan membangun RS yang akan saingan dengan RS swasta? Inilah yang patut dipertanyakan. Berencana membangun RS negeri padahal ia sedang meresmikan RS swasta milik UEA. Ini kan hipokrit!
Sebenarnya untuk menyelenggarakan pendidikan dan kesehatan gratis solusinya cuma satu dengan menerapkan Islam secara totalitas. Karena hanya dengan sistem Islam, pendidikan dan kesehatan tidak boleh dikapitalisasi dan diswastanisasi. Selain itu, sistem ekonomi Islam yang begitu kuat bisa menjadi sumber pendapatan negara yang cuma-cuma. Sebagaimana dalam memberdayakan sumber daya manusia untuk mengolah sumber daya alam yang melimpah di negeri ini.[] Ika Mawarningtyas
