
Pengusiran Bani Qainuqa: Ketegasan Rasulullah ﷺ Menegakkan Perjanjian Madinah
Setelah kemenangan kaum Muslim dalam Perang Badar, posisi umat Islam di Madinah semakin menguat. Namun, kemenangan ini tidak hanya membawa ketenangan, melainkan juga membuka babak baru dalam dinamika sosial dan politik di Jazirah Arab. Kaum musyrik Quraisy, orang-orang Yahudi, kaum munafik, dan suku-suku Badui di sekitar Madinah merasa terancam oleh kebangkitan Islam.
Salah satu kelompok yang paling menunjukkan ketidakpuasan mereka adalah Yahudi Bani Qainuqa, sebuah komunitas yang bermukim di dalam kota Madinah. Mereka dikenal sebagai pengrajin logam, pembuat perhiasan, dan memiliki 700 prajurit bersenjata. Di awal hijrah, mereka telah menandatangani Piagam Madinah—perjanjian hidup berdampingan dengan kaum Muslim. Namun, kenyataannya, mereka melanggar isi perjanjian tersebut.
Puncak pelanggaran terjadi ketika seorang wanita Muslimah yang berbelanja di pasar Bani Qainuqa dilecehkan. Ketika seorang Muslim membela kehormatannya dan membunuh pelaku, kaum Yahudi membalas dengan membunuh pembela tersebut. Insiden ini memicu ketegangan besar di Madinah.
Rasulullah ﷺ tidak serta-merta menyerang. Beliau memberikan peringatan keras kepada Bani Qainuqa, bahkan mengajak mereka masuk Islam sebagai jalan keselamatan. Namun, mereka justru menantang Rasulullah ﷺ dan meremehkan kemenangan Islam atas Quraisy, menyebut kaum Quraisy sebagai “orang bodoh yang tidak tahu cara berperang.”
Arogansi itu dijawab dengan ketegasan. Rasulullah ﷺ memimpin pengepungan benteng Bani Qainuqa selama 15 hari. Ketika mereka akhirnya menyerah, Rasulullah ﷺ memutuskan hukuman yang berat—namun belum sampai pada eksekusi mati. Sayangnya, tekanan dari pemimpin kaum munafik, Abdullah bin Ubay bin Salul, yang memohon agar nyawa mereka diselamatkan, membuat Rasulullah ﷺ memutuskan untuk mengusir mereka dari Madinah tanpa membawa harta benda.
Hikmah dari peristiwa ini sangatlah dalam. Bani Qainuqa menunjukkan watak sesungguhnya: pengingkar perjanjian, licik, dan pengecut. Di sisi lain, kaum munafik seperti Abdullah bin Ubay juga menunjukkan bahayanya loyalitas ganda terhadap musuh-musuh Islam. Allah pun menurunkan ayat peringatan dalam Surah Al-Maidah ayat 51–52, melarang kaum beriman menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin atau pelindung.
Peristiwa ini juga menjadi pengingat bahwa sikap tegas dalam mempertahankan nilai dan perjanjian adalah bagian dari akhlak kenabian. Rasulullah ﷺ tidak membiarkan kezaliman berlalu begitu saja, tapi juga tidak gegabah dalam bertindak.
Peristiwa pengusiran Bani Qainuqa adalah pelajaran berharga tentang pentingnya integritas dalam perjanjian, bahaya kemunafikan dalam barisan umat, dan ketegasan dalam menegakkan keadilan. Sejarah ini bukan sekadar cerita masa lalu, melainkan panduan strategis dan spiritual bagi umat Islam masa kini.[]
Disarikan dari kajian dengan tema tersebut di NSTV: