
Baru-baru ini, diskursus mengenai kemerdekaan Palestina kembali mengemuka, terutama setelah munculnya pernyataan dari para pemimpin negara dan pengakuan kemerdekaan oleh banyak negara anggota PBB. Namun, di tengah euforia ini, penting bagi umat Islam untuk memahami hakikat kemerdekaan yang sesungguhnya bagi Palestina dan apa kewajiban kita sebagai sesama Muslim dalam menyikapinya.
Ukhuwah Islamiah: Ikatan Terkuat Melebihi Nasab dan Kebangsaan
Dasar dari kepedulian kita terhadap Palestina adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim dari Abdullah bin Umar. Rasulullah SAW bersabda:
“Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain. Dia tidak menzaliminya dan tidak pula menyerahkannya (kepada orang yang akan menzaliminya).”
Hadits ini menegaskan bahwa ikatan persaudaraan dalam Islam (ukhuwah fiddin) adalah ikatan yang paling kuat, bahkan melebihi persaudaraan karena hubungan darah (ukhuwah nasab). Persaudaraan atas dasar akidah ini berlaku di dunia dan di akhirat, serta memberikan manfaat baik saat hidup maupun setelah kematian.
Ikatan inilah yang membuat kita merasa peduli dan terikat dengan penderitaan saudara-saudara kita di Palestina, meskipun mereka berbeda bangsa, warna kulit, dan tidak memiliki hubungan darah dengan kita. Ini adalah konsep yang seringkali tidak dipahami oleh kalangan sekuler yang mempertanyakan mengapa kita harus membela bangsa lain padahal bangsa sendiri masih memiliki banyak masalah.
Hadis tersebut mengandung dua kewajiban utama:
- Tidak menzalimi saudara Muslim: Ini mencakup larangan menganiaya fisik, merampas harta, serta mencederai kehormatan dan keluarganya.
- Tidak menyerahkan saudara Muslim kepada kezaliman: Ini adalah larangan membiarkan atau menyerahkan saudara kita untuk dizalimi oleh pihak lain. Sebaliknya, kita wajib membela dan melindunginya dari segala bentuk kezaliman.
Dalam konteks Palestina, membiarkan mereka terus-menerus dibantai oleh entitas Zionis adalah bentuk pelanggaran terhadap hak ukhuwah. Para ulama menegaskan kewajiban untuk membela saudara Muslim dari serangan terhadap kehormatan, badan (fisik), dan hartanya. Saat ini, saudara-saudara kita di Palestina mengalami kezaliman dalam ketiga aspek tersebut secara masif: kehormatan mereka dihina dengan propaganda teroris, fisik mereka dibantai hingga ratusan ribu nyawa melayang, dan harta benda mereka dihancurkan hingga tak bersisa.
Kemerdekaan Semu dalam Bingkai “Solusi Dua Negara”
Kemerdekaan yang saat ini banyak dibicarakan di panggung dunia adalah kemerdekaan dalam kerangka “solusi dua negara” (two-state solution). Solusi ini terdengar manis, tapi pada hakikatnya adalah sebuah ilusi kemerdekaan yang zalim. Mengapa demikian?
- Legitimasi Negara Penjajah: Solusi dua negara berarti mengakui secara sah keberadaan entitas Zionis di atas 78% tanah Palestina yang telah mereka rampas. Ini ibarat Indonesia merdeka tetapi harus merelakan sebagian besar wilayahnya tetap menjadi bagian dari negara Hindia Belanda.
- Wilayah Terbatas dan Terpisah: Palestina hanya akan mendapatkan sisa 22% wilayah yang terdiri dari Tepi Barat dan Gaza, dua area yang bahkan tidak terhubung.
- Hak Pengungsi Terabaikan: Jutaan pengungsi Palestina yang terusir dari tanah kelahiran mereka sejak peristiwa Nakbah tidak akan bisa kembali ke rumah mereka, karena tanah tersebut sudah diakui sebagai milik negara penjajah.
Menyetujui atau mendukung solusi ini sama saja dengan menyerahkan saudara-saudara dan tanah Palestina untuk terus berada di bawah penjajahan. Ini adalah bentuk kezaliman yang bertentangan langsung dengan hadits Rasulullah SAW tadi.
Jihad Militer: Satu-Satunya Solusi Hakiki
Apa yang dibutuhkan Palestina bukanlah pengakuan kemerdekaan semu, melainkan pembebasan total dari penjajahan. Solusi untuk ini, sebagaimana yang telah terbukti dalam sejarah, adalah jihad fisabilillah atau solusi militer.
Umat Islam sesungguhnya memiliki kemampuan untuk itu. Negara-negara Muslim memiliki tentara yang kuat dan persenjataan yang canggih, seperti Turki, Mesir, Pakistan, dan lainnya. Permasalahannya bukan pada ketidakmampuan (‘adamul qudrah), melainkan pada ketidakmauan (‘adamul iradah) dari para penguasa untuk mengirimkan pasukan mereka.
Maka sebagai rakyat, peran kita adalah:
- Membangun kesadaran dan opini publik tentang kewajiban membela Palestina.
- Terus mendesak para penguasa untuk mengirimkan tentara, karena tentara tersebut adalah milik umat dan dibiayai oleh uang rakyat.
- Menyuarakan persatuan umat Islam di bawah satu kepemimpinan yang akan menyatukan seluruh potensi kekuatan umat untuk membebaskan Palestina.
Menunda pembebasan Palestina dengan alasan menunggu lahirnya generasi sekelas Salahuddin Al-Ayyubi adalah sebuah kekeliruan dan penyesatan. Setiap menit penundaan berarti lebih banyak nyawa Muslim yang hilang, dan kita akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat karena mengabaikan hak-hak persaudaraan kita.[]
Disarikan dari kajian dengan tema tersebut di NSTV: