
Naskah Khutbah Jum’at (Edisi 33-2025)
DMDI
(DEWAN MASJID DIGITAL INDONESIA)
https://seruanmasjid.com
Versi Bahasa Indonesia
MENYEMPURNAKAN KEMERDEKAAN DENGAN IDEOLOGI ISLAM
KHUTBAH PERTAMA
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلٰهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُتَّصِفُ بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا وَصَبِيًّا.
اللهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلًا نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا. أَمَّا بَعْدُ؛ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى:
وَمَنْ اَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَاِنَّ لَهٗ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَّنَحْشُرُهٗ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اَعْمٰى ١٢٤ (طٰهٰ)
Alhamdulillâhi Rabbil ‘Âlamin, Segala puji bagi Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ yang telah menganugerahkan kita nikmat iman dan Islam, serta mempertemukan kita di tempat yang diberkahi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad Shallallâhu ‘alaihi wasallam, beserta keluarga, sahabat, dan seluruh umatnya hingga akhir zaman.
Bertakwalah kepada Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ dengan sebenar-benarnya takwa sebagaimana firman-Nya:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.” (TQS. Âli Imrân [3]: 102)
Sungguh takwa adalah benteng terakhir kita di tengah kehidupan akhir zaman saat ini. Dan sungguh, hanya dengan takwa kita akan selamat di dunia dan akhirat.
Ma’âsyiral Muslimîn rahimakumullâh,
Meski sudah delapan dekade merdeka sejak Proklamasi 17 Agustus 1945, Indonesia belum sepenuhnya mencapai cita-cita kemajuan, kemakmuran, kesejahteraan, dan keadilan. Realitasnya, berbagai persoalan masih membelit negeri ini. Salah satunya adalah bentuk penjajahan (al-isti’maar) modern yang, menurut Al-’Allamah asy-Syaikh al-Imam al-Qadhi Taqiyuddin an-Nabhani, pendiri Hizbut Tahrir, bukan sekadar warisan masa lalu, tetapi metode baku negara kapitalis Barat—terutama Amerika Serikat—untuk menguasai negara lain. Penjajahan ini berlangsung melalui kontrol menyeluruh di bidang ideologi, ekonomi, politik, budaya, hukum, dan pertahanan, dengan tujuan mengeksploitasi negara yang menjadi targetnya.
Indonesia menjadi salah satu korban nyata penjajahan modern ini. Meskipun setiap tahun merayakan kemerdekaan, di sektor ekonomi sumber daya alam strategis seperti emas, minyak, dan gas justru telah lama dikuasai dan dieksploitasi oleh perusahaan asing seperti Freeport, Exxon Mobil, dan Newmont. Ironisnya, keberadaan mereka tidak hanya dibiarkan, tetapi dilegalkan melalui berbagai undang-undang yang membuka jalan bagi penguasaan kekayaan alam negeri oleh pihak asing.
Ma’âsyiral Muslimîn rahimakumullâh,
Setelah lepas dari penjajahan fisik, Indonesia justru terperangkap dalam penjajahan ideologi yang lebih berbahaya, yakni ideologi Kapitalisme berakar sekulerisme. Meski tidak secara langsung memakan korban jiwa, dominasi Kapitalisme global ini telah menimbulkan penderitaan besar, baik bagi bangsa ini maupun umat manusia. Ironisnya, pemikiran dan cara pandang penjajah tetap dipertahankan oleh para penguasa dan elit politik. Akibat penjajahan ideologi ini, cita-cita para pejuang untuk membebaskan Indonesia sepenuhnya dari pengaruh penjajah tak terwujud, karena jejak penjajahan masih kuat mencengkeram negeri ini, diantaranya:
Pertama, bidang hukum dan perundang-undangan: hukum di Indonesia masih sekuler, warisan Belanda tetap dilestarikan, bahkan pembuatan undang-undang sering dipengaruhi asing.
Kedua, bidang ekonomi: negeri ini terjerat utang luar negeri hingga ribuan triliun rupiah, sementara sumber daya alam dikuasai asing dan aseng.
Ketiga, bidang sosial dan budaya: budaya asing sekuler-liberal memicu kerusakan moral seperti seks bebas, LGBT, pornografi, korupsi, judi online, dan kekerasan.
Keempat, bidang politik: sistem demokrasi-sekuler yang diterapkan rawan disusupi kepentingan asing melalui komprador, sehingga banyak regulasi justru lebih pro-asing daripada pro-rakyat.
Dalam pandangan Islam, kemerdekaan hakiki berarti terbebasnya manusia dari penghambaan kepada sesama manusia menuju penghambaan hanya kepada Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ, Pencipta manusia dan seluruh alam semesta. Kemerdekaan bagi umat Islam bukan sekadar hak yang harus diperjuangkan, tetapi misi utama risalah Islam itu sendiri. Jika manusia masih tunduk pada ideologi atau hukum buatan manusia, mereka masih berada dalam penjajahan. Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ berfirman:
اِتَّخَذُوْٓا اَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ اَرْبَابًا مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ
”Mereka (Yahudi dan Nasrani) telah menjadikan para pendeta mereka dan para rahib mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah.” (TQS . at-Taubah [9]: 31).
Ayat ini dijelaskan Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam kepada Adi bin Hatim, bahwa bentuk penghambaan itu adalah menaati pendeta dan rahib dalam menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal (Ath-Thabari, Jaami’ al-Bayaan, 11/417).
Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam juga menegaskan hakikat penghambaan dalam suratnya kepada penduduk Najran:
أَمّا بَعْدُ فَإِنيّ أَدْعُوكُمْ إلَى عِبَادَةِ الله مِنْ عِبَادَةِ الْعِبَاد وَأَدْعُوكُم إلَى وِلاَيَةِ اللهِ مِنْ وِلاَيَةِ الْعِبَادِ
”Amma ba’du. Aku menyeru kalian untuk menghambakan diri kepada Allah dan meninggalkan penghambaan kepada sesama hamba (manusia). Aku pun menyeru kalian agar berada dalam kekuasaan Allah dan membebaskan diri kalian dari penguasaan oleh sesama hamba (manusia).” (Ibnu Katsir, Al-Bidaayah wa an-Nihaayah, 5/64). Inilah misi Islam untuk mewujudkan kemerdekaan hakiki bagi seluruh manusia, yang menjadi pengobar semangat para pejuang Islam meski menghadapi musuh yang kuat.
Misi tersebut tampak dalam Perang Qadisiyah ketika Jenderal Rustum dari Persia bertanya kepada utusan Panglima Saad bin Abi Waqash radhiyallâhu ’anhu, Rib’i bin ‘Amir ats-Tsaqafi, tentang apa yang dibawa oleh kaum Muslim. Rib’i menjawab: ”Allah telah mengutus kami untuk mengeluarkan siapa saja yang Dia kehendaki dari penghambaan kepada sesama manusia menuju penghambaan hanya kepada Tuhan manusia; dari dunia yang sempit menuju akhirat yang luas; dan dari kezaliman agama-agama yang ada menuju keadilan Islam…” (Ath-Thabari, Taariikh al-Umam wa al-Muluuk, 2/401).
Ma’âsyiral Muslimîn rahimakumullâh,
Peringatan kemerdekaan seharusnya menjadi momentum renungan ideologis, bukan sekadar seremonial. Kita harus sadar bahwa negeri ini belum benar-benar merdeka karena masih berada di bawah pengaruh ideologi Kapitalisme-sekuler yang justru menambah penderitaan rakyat. Solusinya adalah memperkuat landasan ideologi Islam dan meninggalkan Kapitalisme-sekuler. Islam sebagai agama sekaligus ideologi membawa misi tauhid, menjadikan negara merdeka dan berdaulat hanya dengan tunduk pada perintah Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ. Allah menjanjikan keberkahan bagi negeri yang beriman dan bertakwa, sebagaimana firman-Nya:
وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
“Jika penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu. Karena itu Kami menyiksa mereka disebabkan perbuatan mereka tersebut.” (TQS . al-A’râf [7]: 96).
Sebaliknya, penerapan ideologi buatan manusia yang lahir dari akal dan hawa nafsu, seperti Kapitalisme-sekuler, hanya akan melanggengkan penjajahan, kesempitan hidup, dan kezaliman, sebagaimana firman-Nya:
وَمَنْ اَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَاِنَّ لَهٗ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَّنَحْشُرُهٗ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اَعْمٰى
”Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku (al-Quran), sungguh bagi dia kehidupan yang sempit dan Kami akan mengumpulkan dirinya pada Hari Kiamat dalam keadaan buta.” (TQS. Thâhâ [20]: 124).
Karena itu, negeri ini harus segera kembali kepada hukum Allah dengan menerapkan syariah Islam secara kaaffah dalam seluruh aspek kehidupan melalui institusi politik Islam, yaitu Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah, yang akan mewujudkan kemerdekaan hakiki bagi umat, baik di Indonesia maupun di seluruh dunia. WalLâhu a’lam bi ash-shawâb. []
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
KHUTBAH KEDUA