
Bahaya Ideologis Menyerupai Kaum Kafir: Memperkuat Identitas Muslim di Akhir Zaman
Islam: Manhajul Hayat (Sistem Kehidupan yang Lengkap)
Islam adalah manhajul hayat, sistem kehidupan yang mengatur segala aspek kehidupan manusia dengan kelengkapan ajarannya. Dari mulai bangun tidur hingga tidur kembali, dari pagi hingga malam hari, Islam memberikan tuntunan bagi kaum Muslim untuk diamalkan. Allah SWT berfirman dalam Surah An-Nahl ayat 89, “Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur’an) sebagai penjelasan atas segala sesuatu, dan petunjuk, serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (Muslimin).”
Kelengkapan ajaran Islam ini mencakup wilayah keyakinan (al-i’tiqadat), ucapan (aqwal), perbuatan (al-a’mal), bahkan hingga tataran yang sangat spesifik seperti cara menyikapi simbol dan syiar orang-orang di luar Islam.
Allah SWT juga menegaskan dalam Surah Al-An’am ayat 153, “Dan sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus. Maka ikutilah ia. Janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu bertakwa.”
Ayat ini jelas menggambarkan dua hal: perintah untuk mengikuti satu-satunya jalan kebenaran (yaitu jalan Allah, Islam) dan larangan untuk mengikuti jalan-jalan lain (as-subul) yang akan menyebabkan kita menyimpang atau tercerai-berai dari jalan-Nya. Konsep Shirat Mustaqim ini secara tegas menggugurkan konsep pluralisme yang menganggap semua agama sama dan menuju Tuhan yang sama. Pernyataan seperti itu disebut “absurd” dan “tidak ada hakikatnya” karena konsep ketuhanan (Allah) jelas berbeda dengan konsep tuhan-tuhan lainnya, sama seperti istilah “mobil” berbeda dengan “motor”.
Urgensi Kesadaran Politik di Akhir Zaman
Di akhir zaman, fitnah (cobaan) luar biasa banyak. Baginda Nabi ﷺ mengabarkan akan ada rentetan fitnah dan keburukan akhir zaman. Oleh karena itu, kesadaran politik (wa’yu siyasi)—yaitu kesadaran untuk mengidentifikasi hal-hal yang dapat mengancam eksistensi dan identitas umat Islam—sangatlah wajib diasah.
Seorang dai, apalagi para pejuang Islam, harus lebih cerdas dan peka daripada masyarakat luas dalam mengidentifikasi berbagai ancaman keburukan, baik dari ucapan, perbuatan, keyakinan, hingga simbol dan media. Para nabi, termasuk Nabi ﷺ, telah memperingatkan umatnya tentang kebaikan dan keburukan. Jika seorang Muslim ingin terbebas dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, ia harus menjaga keimanan kepada Allah dan Hari Akhir, serta peduli terhadap masyarakat dengan mengidentifikasi keburukan-keburukan di akhir zaman.
Al-Qur’an sendiri banyak memberikan peringatan tentang kesadaran politik (wa’yu siyasi). Syekh Atha’ bin Khalil Abu Ar-Rasytah, dalam kitab tafsirnya, menjelaskan bahwa ayat-ayat Al-Qur’an yang menggambarkan tabiat buruk Yahudi dan kafir secara umum, serta aktivitas politik mereka yang mengandung kedengkian dan makar, adalah pembahasan tentang wa’yu siyasi (kesadaran politik).
Larangan Tasyabbuh Bil Kuffar: Ucapan, Perbuatan, dan Simbol
Larangan menyerupai orang kafir (tasyabbuh bil kuffar) mencakup berbagai aspek kehidupan:
- Ucapan: Seperti larangan mengucapkan kata “Raina” kepada Nabi Muhammad ﷺ dalam Surah Al-Baqarah ayat 104. Meskipun secara bahasa Arab kata ini tidak bermasalah, orang-orang Yahudi menyalahartikannya menjadi “Ru’unah” yang berarti bodoh atau bebal, sebagai bentuk penghinaan. Oleh karena itu, Allah melarangnya dan memerintahkan untuk menggantinya dengan “Unzurna”. Ini menunjukkan bahwa masalah istilah tidak boleh dianggap sepele, terutama jika memiliki konotasi buruk atau disalahgunakan oleh orang kafir.
- Simbol (Madaniyah Khassah): Dalam Islam, ada pemahaman tentang hadharah (peradaban) dan madaniyah (material culture). Sementara madaniyah terbagi menjadi: (a) Madaniyah ‘Ammah, yaitu benda-benda umum yang digunakan oleh semua orang tanpa memandang agama atau ideologi (misalnya, mobil, handphone), dan (b) Madaniyah Khassah, yaitu benda atau simbol yang lahir dari keyakinan, pemahaman keagamaan, atau ideologi tertentu. Contohnya termasuk syiar-syiar keagamaan di luar Islam, simbol Baphomet (kepala kambing) yang merupakan simbol satanisme, bintang pagar-pagar sebagai simbol sihir (thalasim atau thalamsah), dan simbol pelangi yang terkait dengan LGBTQ+. Simbol-simbol ini bukan sekadar gambar tanpa makna. Simbol adalah logo atau ikon dari suatu konsep filosofis, dan maknanya harus dipahami berdasarkan asal-usul pembuatnya, bukan diinterpretasikan sesuai keinginan kita. Mengatakan “demokrasi itu musyawarah” tanpa memahami definisi asalnya adalah salah kaprah atau upaya mencampuradukkan kebenaran dengan kebatilan. Bahkan media seperti film, kartun, anime, dan manga seringkali membawa hadharah (peradaban) atau keyakinan tertentu. Contohnya One Piece yang disebut mempromosikan kebebasan dengan penggambaran bajak laut, perempuan berbikini, dan alkohol, atau Dragon Ball Z dengan konsep dewa-dewanya. Media semacam ini dapat menjadi “invasi budaya” yang menyebarkan pemahaman dan perasaan yang jauh dari Islam. Para dai harus memahamkan masyarakat untuk mengganti kesenangan terhadap hal-hal tersebut dengan kesenangan yang diperbolehkan syariat.
- Perbuatan dan Pakaian: Nabi ﷺ menegaskan, “Siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” Hadits ini bersifat umum, mencakup menyerupai orang kafir dalam keyakinan, pemikiran, perasaan, pakaian, aksesoris, tradisi, adat kebiasaan, bahkan cara ritual seperti gerakan yoga. Menyerupai keyakinan atau ritual orang kafir dapat menyebabkan murtad. Menyerupai ucapan yang menghina Nabi ﷺ bisa jatuh ke dalam kemurtadan atau zindik. Contoh lain adalah larangan bagi laki-laki untuk mengenakan pakaian atau alas kaki perempuan (seperti sandal perempuan berwarna pink dengan motif Hello Kitty). Nabi ﷺ melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan dan sebaliknya. Larangan ini adalah bagian dari saddan lidzari’ah (menutup pintu keburukan), karena kebiasaan ini dapat mengarah pada perilaku transgender. Islam sangat memperhatikan detail dan mencegah keburukan, termasuk larangan taswir (menggambar makhluk bernyawa).
Peringatan Ideologis yang Mendesak
Nabi Muhammad ﷺ telah memperingatkan jauh-jauh hari, “Sungguh benar-benar kalian akan mengikuti jalan-jalan orang-orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, hingga jika kemudian mereka masuk ke dalam lubang kadal gurun sekalipun, sungguh kalian akan mengikutinya.” Saat para Sahabat bertanya apakah yang dimaksud adalah Yahudi dan Nasrani, Nabi ﷺ menjawab, “Siapa lagi?”
Peringatan ini menunjukkan bahwa umat Islam akan cenderung mengikuti jalan hidup, peradaban, bahkan hal-hal yang sulit dan tidak logis dari orang-orang kafir. Yang dimaksud dengan “Yahudi dan Nasrani” dalam hadits ini tidak hanya sekadar agamanya, tetapi juga gaya berpakaian, keyakinan, dan pemahaman kehidupan yang dibawa oleh orang-orang yang berlatar belakang Yahudi dan Nasrani. Contohnya adalah Karl Marx (pendiri Marxisme/Komunisme) yang berketurunan Yahudi dan Adam Smith (bapak Kapitalisme) yang Nasrani. Ini menunjukkan bahwa bahaya yang paling asasi adalah bahaya ideologis, yang dapat menyimpangkan manusia dari jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
***
Sebagai umat Islam, kita wajib waspada dan memiliki wa’yu siyasi yang kuat. Kaidah pentingnya adalah “al-Ilmu qoblal amal” (Ilmu sebelum berbuat) dan “al-ashlu fil af’al at-taqyyidu bil hukm syar’i” (Hukum asal perbuatan terikat pada hukum syariat). Umat Islam wajib peka terhadap berbagai syiar di luar Islam. Jika tidak, kita berisiko menyimpang dari Islam itu sendiri. Padahal Islam telah memiliki konsep syiar, simbol, ucapan, perbuatan, dan keyakinan yang detail.
Jika kita tidak paham, lebih baik diam daripada berbicara tanpa ilmu dan menjerumuskan orang lain. Karena Allah akan mencatat apa yang kita perbuat dan jejak-jejak yang kita tinggalkan.[]
Disarikan dari kajian dengan tema tersebut di NSTV: