
NgajiShubuh.or.id — Gegap gempita perayaan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia (HUT RI) mewarnai seluruh penjuru negeri. Dari pusat sampai daerah menyelenggarakan berbagai acara untuk menyemarakkan HUT RI ke-80. Hanya saja dalam perayaan ini menyimpan luka dan duka yang mendalam melihat kondisi negeri Indonesia. Memasuki tahun ke-80, sesungguhnya negeri ini sudah memasuki usia yang matang, tapi apakah negeri ini sudah benar-benar merdeka bebas dari intervensi negeri penjajah?
Makna kemerdekaan secara umum adalah bebas dari penjajahan dan tekanan dari pihak mana pun. Hal ini kontradiksi dengan kenyataan yang ada. Pertama, secara politik, negeri ini masih menerapkan hukum atau aturan warisan dari penjajah Belanda. Artinya, negeri ini masih berada di dalam tekanan penjajah. Negeri ini masih memakai aturan main penjajah. Sekalipun revisi undang-undang itu ada, hanya saja belum bisa mencabut intervensi kepentingan penjajah dalam mengatur negara ini.
Kedua, sistem demokrasi yang hari ini diagung-agungkan sebagai sistem yang menjamin kebebasan bertolak belakang dengan kenyataan yang ada. Justru demokrasi menjadi topeng legitimasi berbagai kepentingan para oligarki, kapitalis, dan korporat untuk melegalkan aturan yang berpihak pada mereka. Banyak undang-undang yang ditolak mati-matian oleh rakyat dengan demo berjilid-jilid, tapi pemerintah masih menerapkan undang-undang tersebut. Sebagaimana, UU Migas, UU Minerba, UU Omnibus Law (Ciptaker), UU KPK, UU IKN, dan masih banyak lagi yang menuai kritik dari berbagai kalangan tetapi masih jalan. Atas dasar kepentingan pemilik modal, segala UU bisa mulus berjalan walaupun harus menginjak-injak kepentingan publik.
Ketiga, negeri ini tidak bisa berdikari (berdiri di bawah kaki sendiri) dan tidak memiliki kemandirian berpikir. Roda kepemimpinan berkiblat ke asing, yakni Amerika Serikat (AS), Cina, dan sekutunya. Secara fisik memang tidak dijajah tapi secara pemikiran dan ideologi, sungguh negeri ini berada di bawah “jeruji” kapitalisme global. Hal ini tampak nyata dari segi ekonomi, negeri ini berdiri di bawah utang luar negeri dan pajak. Alat penjajahan nyata kapitalisme global adalah dengan mengucurkan utang riba. Riba ini akan menciptakan debt trap (jebakan utang) yang membuat negara terbelenggu dengan berbagai kepentingan penjajah.
Ironi
Secara de jure Indonesia memang sudah mendapatkan legitimasi kemerdekaan, tapi secara fakta dan kenyataan kondisi negeri ini masih jauh dari kata merdeka. Begitu pun komitmen menghapuskan penjajahan atas segala bangsa masih patut dipertanyakan. Bagaimana bisa bisa tampil menghapuskan penjajahan dari segala bangsa kalau kondisinya masih terjajah? Alih-alih menghapuskan penjajahan dari dunia, justru negeri memuluskan kepentingan penjajah untuk merampas kepentingan publik dengan sistem, hukum, dan aturan kapitalisme global.
Sistem kapitalisme sekuler telah mengerdilkan segala bangsa dan terjebak dalam permainan global untuk selalu tunduk pada kepentingan penjajah Barat (AS dan sekutunya). Tindakan yang paling tidak berperikemanusiaan seperti penjajahan yang ada di Palestina tidak ada satu pun negara yang mampu membebaskannya. Mengapa? Karena seluruh negeri-negeri Muslim masih terbelenggu oleh sistem kapitalisme sekuler. Sistem ini menjebak manusia untuk menghamba pada hawa nafsunya dan kepentingan kaum kafir penjajah. Mereka menjadi budak kapitalis yang menghamba pada uang dan kesenangan dunia, hingga melalaikan tanggung jawabnya sebagai hamba Allah Swt.
Oleh karena itu, untuk menghadirkan kemerdekaan hakiki, setiap manusia harus menyadari bahwa dirinya adalah hamba dari Yang Maha Pencipta, Allah Azza wa Jalla. Sehingga melepaskan penghambaan kepada selain Allah Swt. Ketaatan sejati hanya kepada Allah Swt. dalam segala aspek kehidupan, baik dari sisi individu, masyarakat, dan negara. Untuk membebaskan dunia dari penjajahan adalah dengan ketakwaan totalitas dalam segala aspek kehidupan kepada Allah Swt, sehingga bisa mewujudkan negara yang merdeka hanya taat kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya. Hal itu tercermin dari penerapan sistem, aturan, hukum yang berkiblat pada Al-Qur’an dan sunah, yakni sistem pemerintahan khilafah yang akan menegakkan segala hukum Islam. Wallahu’alam.[] Ika Mawarningtyas