
Oleh: Lulu Nugroho
Dunia hari ini benar-benar sakit. Kehidupan yang jauh dari Islam menyebabkan kerusakan yang tak terhingga. Termasuk nasab yang hilang akibat bayi kecil dijadikan sebagai komoditas. Maka perlu penerapan sistem ekonomi Islam, agar perekonomian berpijak pada petunjuk Allah.
Sebagaimana yang terjadi baru-baru ini, saat Kepolisian Daerah Jawa Barat mengamankan satu pelaku yang diduga kuat sebagai agen utama jaringan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), dan terlibat dalam perdagangan dan penculikan bayi untuk dijual ke luar negeri. Sebelumnya, kepolisian telah menetapkan 13 tersangka dalam kasus ini. Bayi-bayi tersebut, dijual dengan harga bervariasi, antara Rp10 juta hingga Rp16 juta (bbc.com, 17-7-2025).
Tindak pidana yang melibatkan sindikat jaringan internasional ini menjerat manusia dari berbagai golongan usia, bahkan bayi yang masih membutuhkan dekapan ibunya. Faktor ekonomi, diduga kuat menjadi penyebab terlepasnya buah hati dari dekapan ibunya.
Ada yang secara sukarela, yang terpaksa, dan ada pula yang tertipu. Kemiskinan membelenggu perempuan, menjadikan mereka sangat rentan dengan pusaran kejahatan. Akibatnya, fitrah keibuan pun hilang. Jika hal ini dibiarkan, maka anak-anak akan terputus nasabnya. Dunia menjadi kacau balau, tak jelas kedudukan mahram dan hukum-hukum yang berkaitan dengannya.
Sistem ekonomi kapitalisme menghalalkan segala cara. Apapun asalkan menghasilkan materi, maka akan dilakukan. Termasuk anak yang diperjualbelikan layaknya sebuah barang. Tanpa tuntunan Allah SWT, manusia berbuat semaunya.
Solusi Islam
Anak-anak merupakan aset Islam yang perlu dijaga sejak dari kandungan hingga dewasa, agar terbentuk kepribadian Islam pada dirinya. Karenanya perlu asupan yang tepat, bagi pola pikir maupun pola sikap mereka. Sebab sejatinya mereka adalah agen perubahan, yang akan memperbaiki negeri. Maka tidak hanya orangtua atau keluarga yang menjaganya, tetapi perlu peran masyarakat yang menegakkan amar makruf nahi munkar dan negara yang mengelola urusan umat.
Dalam Islam, kesejahteraan setiap orang berada dalam jaminan negara. Maka tak akan dibiarkan ada keluarga yang miskin, apalagi sampai menjual darah dagingnya. Negara akan memberikan lapangan pekerjaan bagi setiap kepala keluarga, agar mereka dapat mengurusi orang-orang yang berada dalam tanggung jawabnya.
Jika tak ada kepala keluarga atau beban keluarga tersebut terlalu berat sehingga mereka tetap miskin, maka negara akan mengulurkan bantuan pendanaan yang diambil dari Baitul Mal. Seluruh kebutuhan pokok warga berupa pangan, sandang dan papan, serta akses kepada pendidikan, kesehatan dan keamanan, berada dalam jaminan negara.
Negara memberlakukan sistem pendidikan berbasis akidah, yang melahirkan individu berakhlak mulia. Mereka berlomba menjadi pribadi baik, pengemban dakwah Islam. Setiap insan memahami tugas dan tanggung jawabnya di dalam kehidupan. Hingga mereka tak akan berbuat aniaya, bahkan sebaliknya, terus berkarya untuk peradaban.
Sindikat perdagangan orang pun tak akan dibiarkan merajalela. Mereka mendapat sanksi tegas dan adil, yang bersifat penebus (jawabir) dan pencegah (zawajir) agar muncul efek jera. Dalam Islam, pelaku akan dikenakan sanksi yang ditetapkan oleh khalifah atau hakim (ta’zir).
Inilah penjagaan Islam terhadap generasi. Tak membiarkan mereka tersakiti, apalagi tereliminasi. Sejak dini, mereka dipersiapkan menjadi mutiara-mutiara umat, yang siap mengemban tugas peradaban. Wallahu a’lam bishshawab.[]