NgajiShubuh.or.id — Publik kembali digegerkan dengan temuan seorang dosen wanita yang meninggal tanpa busana di hotel. Dikutip dari detik.com, Levi ditemukan meninggal di kamar hotel di Gajahmungkur Semarang pada Senin (17/11). Levi diduga meninggal karena sakit. Di kamar itu Levi tengah bersama teman prianya yang belakangan diketahui merupakan perwira menengah polisi yakni AKBP B.
Propam Polda Jateng kemudian memutuskan untuk mempatsus AKBP B. Dia diduga melanggar kode etik karena tinggal dengan perempuan tanpa ikatan perkawinan. AKBP B diketahui telah tinggal bersama dengan Levi sejak 2020. Bahkan, Levi juga berada satu KK dengan AKBP B. Sejalan dengan itu, kasus kemudian diambil alih Polda Jateng. Polda Jateng masih melakukan penyelidikan untuk menentukan ada tidaknya unsur pidana dalam kasus ini.
Ada titik kritis dalam kejadian di atas. Fenomena kohibitasi yang kian hari makin marak terjadi akibat gaya hidup sekuler. Beberapa bulan lalu sempat dihebohkan dengan adanya kasus mutilasi menjadi ratusan potong di Mojokerto. Mereka belum menikah tapi sudah tinggal bersama, terlibat pertengkaran, lalu si laki-laki gelap mata memutilasi si wanita hingga menjadi ratusan bagian.
Sekarang terjadi lagi di Semarang dan sedang diselidiki apakah ada unsur pidana dalam kasus kematian dosen wanita tersebut. Kumpul kebo atau kohibitasi adalah tindakan yang dilarang dalam Islam. Mereka yang melakukannya dianggap telah melakukan jarimah (kejahatan). Hari ini yang pacaran, zina, kumpul kebo, lesbi, bahkan homo, dibiarkan negara dan tidak dianggap sebagai tindak kejahatan.
Inilah efek nyata kehidupan sekuler yang memisahkan antara kehidupan dan Islam. Islam tidak dijadikan jalan hidup, justru ajarannya diabaikan dan hukum-hukumnya diingkari. Baik secara individu, masyarakat, maupun negara, tidak menjadikan Islam sebagai landasan hukum untuk mengatur berbagai aspek kehidupan. Walhasil banyak kasus kejahatan yang sulit sekali dipecahkan dan tidak mendapatkan sanksi yang jera.
Andai masyarakat maupun negara peka akan larangan kumpul kebo, maka akan ada aturan yang disiplin, hanya pasangan suami-istri yang telah menikah yang boleh tinggal bersama. Di sini pun butuh kontrol masyarakat dan negara secara keseluruhan. Selain itu, negara memberikan hukum sebagaimana yang telah digariskan Allah Swt. kepada pelaku kejahatan zina dan sejenisnya.
Bayangkan, mereka yang kumpul kebo setiap harinya hidup bersama iblis yang senantiasa menghembuskan kejahatan dan kemungkaran. Kalau zina saja sudah bisa diprovokasi oleh iblis apalagi dengan dosa-dosa besar lainnya seperti pembunuhan bahkan mutilasi? Di sinilah butuh negara untuk memaksa pelaku zina dihukum dan tobat atas segala kemaksiatan yang mereka lakukan.
Mewujudkan negara yang bertakwa tidak bisa dengan sistem demokrasi sekuler seperti saat ini, tapi negeri ini harus menerapkan sistem Islam secara sempurna untuk mewujudkan negara sebagai perisai dari kemungkaran dan kemaksiatan yang bisa dilakukan oleh manusia. Sehingga ketika negara menerapkan syariat Islam, maka tujuan bersyariat itu dapat diwujudkan, yakni harta, akal, dan jiwa umat manusia dapat dijaga supaya tetap istiqamah di jalan kebenaran dan kebaikan.[] Ika Mawarningtyas
